22.5.06

Boleh Kan?

Boleh kan aku hanya percaya pada apa yang aku lihat?

Boleh kan aku percaya bahwa omonganmu hanya bualan belaka?

Panggil aku berprasangka buruk, terlalu rumit atau apa pun.

Aku hanya melindungi diri dari terluka. Dari apa yang aku rasakan saat ini.

Ah, ternyata selama ini aku masih tidak cukup kuat melindungi diriku sendiri.

Ternyata dinding tebal yang aku bangun belum cukup tinggi untuk melindungi hatiku.

Ternyata aku masih saja percaya pada bualan, yang sangat kontras dengan apa yang aku lihat.

Ya, aku sedang kecewa, sedang sedih.

Boleh kan?

Semoga ini yang terakhir.

Semoga setelah ini aku mati rasa.

1.5.06

Terlambat Sayang


Jauh sebelum hatimu mengirimkan sinyal temaram itu, pagutan telah berlabuh di kening dan kemudian mendominasi setiap ruas tubuh untuk menghadirkan debaran kencang, menggemuruh.

Sesaat kau menepis pertanda dalam malam bertasbih, disanalah kaki-kaki berlari mengikuti suara hati yang mungkin kadang melengking kadang pula berbisik tak terusik.

Selepasnya kau yakini kebenaran yang ada di dalam nalurimu. Ciptakan amarah yang bersirobok dengan gurauan tajam dari hati yang selalu tersakiti, membenarkan kebenaran yang kau ciptakan sendiri lalu mengamuklah kau kepada nuansa. Saat itu cinta musiman menepi berlalu seiring bergantinya cerita baru memutuskan untuk melangkah mundur.

Selanjutnya kau ambil alat komunikasi yang membuatmu mampu berbicara lebih cepat dari angin namun tanpa suara, saat itulah kecupan akhir diluncurkan keduanya. Kecupan yang meminta untuk tak usai, namun tak jua mampu melabuh.

Kemudian pesan singkat itu terkirim: “Aku tahu kau berniat buruk. Jangan ganggu suamiku!”  ujarmu dalam tekanan emosi dan siluet masa lalu .

Sebuah pesan singkat membalas “Kamu tenang saja, memang sudah bukan musimnya. Nalurimu terlambat beberapa depa,”  jawabku tertawa.


gambar diambil dari sini