"Hey, let me tell you something." Zhifa berkata pelan di telinga Karang.
"What is it?"
“Aku cinta kamu. Selalu jadi rahasia. Antara aku dan kamu.”
Karang tersenyum, kemudian memeluk Zhifa, perempuan yang sangat dicintainya itu.
“Pernah nggak sih kamu membayangkan kehidupan kita berubah, Ka?” Zhifa menggamit tangannya seraya menatap pegunungan yang terhampar di depan mata mereka. “Atau…, suatu hari kita berpisah?"
"Sst…, jangan pernah katakan itu. Kita akan selalu bersama." Karang meyakinkan Zhifa.
Tidak ada yang istimewa dari seorang Zhifa. Begitu sederhana dengan kerudung yang selalu dikenakannya, kulit cerah bersih, dan mata kecoklatan. Tubuhnya tidak terlalu tinggi sehingga tampak begitu mungil ketika berdampingan dengannya. Senyumnya menampakkan lekuk bibirnya yang tipis. Pinggangnya ramping. Aroma manis begitu khas dari tubuhnya. Begitu menarik.
***
Selingkuh. Sebenarnya, ia tidak ingin sejauh itu dengan Gea. Hanya ingin hubungan bebas dan menyenangkan. Namun, Karang merasa jatuh cinta, jenis perasaan ini tidak dikenalinya pasti. Gea tidak lebih cantik daripada Zhifa, tetapi seakan-akan mengerti apa yang diinginkannya. Selera humornya cerdas. Pintar dalam bisnis. Mereka berbagi banyak hal dan menemukan kesamaan. Apakah salah mendapatkan apa yang tidak pernah dirasakan sebelumnya? Apakah salah menginginkan lebih dari apa yang sudah dimiliki?
“Apa katamu?” Zhifa membalikkan tubuhnya, menatap Karang nanar. Mata kecoklatannya memerah dan penuh air. “Kamu bilang aku nggak pernah ngerti kamu? Nggak peduli? Kapan dan di mana letak aku nggak mengerti, nggak peduli?!”
Karang mengusap wajahnya, tidak kalah frustasi. “Aku capek, Zhi!”
Argh! Karang memukul meja. Saat ini, rasanya dia benar-benar ingin mencabik-cabik dirinya sendiri.
Zhifa, seseorang yang selama ini menyelinap dalam angannya. Seseorang yang pernah dipercayainya dan berbagi cerita bersamanya. Tidak peduli berapa tahun bersama, perempuan itu pernah menjadi bagian dalam kehidupannya. Tapi entah bagaimana perasaannya kini.
Zhifa memalingkan wajahnya cepat. Masih bungkam. Angin menerbangkan kerudungnya, menutupi sebagian wajahnya. Semakin menatapnya, Karang merasa sesuatu telah menembus jauh kegetiran hatinya. Ia berusaha mengebalkan diri dari perasaan bersalah yang mengendap pada perempuan itu.
Tanpa bisa ia cegah, mata Zhifa memanas. Gelombang amarah dan frustasi menyerangnya. Zhifa menyadari benar, mereka bukan menjadi bagian satu sama lain. Laki-laki itu bukan miliknya lagi! Air matanya bergulir. Kenapa Karang begitu tega menyakitinya?
Ada yang tiada habis diberitakan musim. Serupa butiran yang jatuh tanpa aba-aba di hening pelupuk mata.
Ada yang tiada habis diberitakan musim. Serupa genggaman yang harus terlepas, walau dua hati masih saling erat terikat.