20.9.13

Bintang Jatuh


Pernah kau katakan, aku berbeda, aku bukan perempuan biasa. Aku, langit tanpa batas dan kepak sayapmu. Bintang jatuh, semburat warna keperakan, berkilau megah berpendar-pendar kemudian runtuh berhamburan di pucuk pepohonan. Mimpi tanpa warna dan segala yang dapat kau temukan di dalamnya. Bahu untuk jiwa yang lelah, tangis kekalahan, dan suaraku yang membasah. Kau matahariku. Udara dan airku. Gemintang di malam tergelapku.

Kau. Aku. Seperti dua bocah yang berbagi coklat dan keriangan dari kotak yang sama. Tapi memang cuma ini yang kita butuhkan, bukan? Bersamamu, bahkan satu pelukan, satu sentuhan paling sederhana adalah sebuah kemewahan.

Dunia kita adalah jutaan aksara, ribuan kata-kata melayang-layang di udara. Dan sekian tahun cahaya membatasi dua galaksi kita. Ah, jarak kadang memang menyakitkan. Tapi tahukah kamu? Kita selalu bisa saling memandang dari kejauhan. Karena aku bintang jatuhmu, dan kau matahariku.

Mencintaimu seperti bintang jatuh. Indah dan terang. Kau dan aku takut membuat bintang itu redup dengan harapan. Maka dari itu kita membiarkannya terang, lalu jatuh dan lebur… Sekarang aku mengerti dengan itu semua. Suatu saat, satu bintang akan jatuh dan lebur. Tapi bintang-bintang lain akan menggantikan posisinya dan kembali bersinar. Langit tak akan pernah benar-benar menjadi gelap. Dan bintang-bintang tidak akan pernah menjadi redup.

Sekarang aku mengerti bahwa tidak ada yang benar-benar ingin pergi. Tidak ada yang benar-benar ingin tinggal. Yang ada hanya pergantian. Semua berganti. Semua berubah. Seperti musim. Seperti dunia yang terus berputar. Seperti cintaku dan cintamu. Semuanya hanya berganti. Layaknya bintang-bintang di angkasa. Indah dan terang…

Untuk sebuah masa kupersembahkan pendarku. Tapi suatu saat aku akan pergi dari semesta menyilaukan seperti supernova, kemudian meneror saja selayaknya lubang hitam menakutkan.

Habis sudah kandungan hidrogenku. Mengecil pula terasku, menjadi pucat wewarnaku. Ah, seandainya bintang terang tidak menarikku hingga ku terlarut bersama merahnya, birunya, kuningnya, jingganya.

Lihat aku pada langit yang muram. Lihatlah dengan mata telanjang. Maka kehidupan kuberikan. Gugus baru, dengan reaksi fusi luar biasa memberi energi tiada tara. Dan lahirlah aku meronakan jiwa-jiwa sebelum berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar