29.11.13

Aku Mencintaimu Karena...

Membaca pesan-pesan darimu yang menghantarkan malam yang indah.

Terima kasih wahai lelaki yang membuat senyumku merekah.

Karena tak ada yang tahu yang kita rasa di dalam hati ini.

Karena mencintaimu itu bukan urusan mereka.

Dan merindukanmu bukan penderitaan mereka.

Banyak tanya yang tak terjawab, karena hati yang menyimpan segala rahasia.

Berbagai alasan tetap tak mampu menjawab kenapa.

Karena cinta memporak-porandakan logika, dan hati adalah tuan.

Aku mencintaimu karena..., entah.

Pertanyaan itu pun masih terjawab dengan senyuman. Tak sedikitpun bisa menjelaskan.

Kamu adalah langit yang teramat luas untuk aku lukiskan.

Kamu adalah laut yang teramat sangat dalam untuk aku selami.

Tak pernah habis.

Semua yang kurasa padamu tak pernah habis.

Sejauh mana kita bisa bertahan dan saling mempertahankan. Bukan untuk saat ini saja tapi nanti dan selamanya.

Jika tak ada harapan dan impian, apa yang dicapai?

26.11.13

Lepaskan

Ada rindu yang sendu mengiringi hujan-hujan yang turun di November. Sisa gerimis, tanah basah dengan aroma lembab menebar. Aku menengadah pada langit, rasakan kau hadir dalam rongga dada. Ada sebuah nama yang kurapal berkali-kali bagai mantra. Adalah kamu yang mengusik pikiranku malam ini; yang pernah berikan senyum termanis, lalu membuat hatiku teriris oleh sepisau rindu. Kamu, pencetus utama reaksi kimia dalam semesta yang menghadirkan kata cinta. Apapun yang ingin kutulis saat ini, tiada yang lain melainkan kamu.

Aku lumpuh seketika kala kau tiada. Kamu hadir, mencipta cinta, lalu pergi meninggalkanku begitu saja. Aku tak pernah mengundangmu datang, Tuan. Aku tak pernah mereka-reka rasa, bertingkah pura-pura, agar kau jatuh cinta padaku. Dan aku tak pernah sedikit pun berharap untuk jatuh dalam cintamu.

Aku benar-benar mencintaimu, Tuan. Aku simpan keping demi keping rindu ini hanya untukmu. Kujaga engkau, dengan sebaik-baiknya. Dari seburuk-buruknya, aku. Dengan cara apa aku harus membuktikannya padamu? Sekali waktu, aku mencoba membunuh perasaan ini sebelum dia tumbuh semakin besar dan hebat. Tapi aku tak kuasa setiap kamu menyapaku kembali. Sekarang sudah sangat terlambat, tak ada lagi yang bisa dihentikan dari cintaku, bahkan dengan diammu.

Aku sadar, suatu hari aku akan kehilangan kamu, cepat atau lambat. Tapi aku tak pernah siap menghadapinya. Rasanya tetap begitu menyakitkan, Tuan. Ya, akhirnya terjadi juga, datang memberi salam dan harapan, lalu pergi diam-diam. Kepergian tetap kepergian. Tabahlah! Aku menggapai-gapai bintang di langit tinggi, tanpa pernah menyadari; matahari kebahagiaan kian tenggelam di dasar hatiku.

Lalu aku belajar arti memiliki, dari dedaunan, tak sekalipun dijeratnya embun itu: sebab ia percaya, akan ada masa untuk merelakan. Kelak, kita akan bertemu kembali. Sebagai orang asing yang melihat bulan, di langit yang dulu kita gambar bersama-sama. Akhirnya, dengan menyebut nama Tuhan yang maha pengasih, aku memohon untuk dijauhkan dari cinta yang pilih kasih.

17.11.13

Yogyakarta


November tiba lebih cepat dari inginku

Ruang nostalgia terisi penuh, membuncah

Kolaborasi tercipta di jalanan temaram lampu pijar

Tampak syahdu dengan warna kuning di bawah rinai hujan

Malam itu Yogya tampak begitu indah

Menghembuskan aroma tanah basah bercampur desiran angin dingin

Menarikku lembut untuk kemudian sejenak menepi

Membayangkanmu

Ya…

Kunikmati wajahmu di bawah temaram lampu berkapasitas lima watt

Remang-remang memang

Namun kutemui senyummu dalam bayang-bayang malam itu

Hangat memelukku dari belakang

Ada bahagia yang menjalari senti demi senti tubuhku

Seharusnya kamu

Bukan bayanganmu

Aku merindukanmu dengan terlalu