17.4.14

Masih Mengingat Kita?

Selalu ada yang bisa diputar ulang di dalam kepalaku. Kenangan yang berjejalan tentang kamu, perbincangan-perbincangan kita, hingga lekat wangi tubuhmu dan renyah tawamu. Seperti ada tombol rewind yang tak perlu ditekan. Sekejap, adegan-adegan lama bagai terulang di depan mata.

Aku masih mencintai, meski tidak lagi berusaha membuatmu peduli. Masih memperhatikan meski tidak lagi terlalu terus terang. Masih merindukan perbincangan-perbincangan kita di waktu luang meski setiap hari rindu itu terus berusaha aku kurangkan. Masih otomatis tersenyum begitu saja kapan pun ingatan tentangmu tiba-tiba mengunjugi kepala.

Kamu adalah yang pertama kali teringat dan selalu kuucapkan 'Selamat pagi'. Dan pasti akan kamu balas, "Jangan lupa sarapan ya. Hati-hati di jalan." dan "Yang semangat kerjanya, ya." Kapan pun kamu melakukannya, ada perasaan hangat di dada. Mungkin memang benar apa kata orang, sangat menyenangkan ketika kita diperhatikan.

Atau perbincangan malam. "Aku tidur dulu ya sayang. Ngantuk banget."

"Iya sayangku. I love you. Mimpi indah ya sayang."

"I love you too."

Sesederhana kalimat-kalimat itu yang kita ucapkan setiap malam. Bagai mantra, kini tak mau hilang dari ingatku.

Kemarin, aku mendengar lagu "Thank You for Loving Me" dari Bon Jovi, lalu teringat kamu yang sering menyanyikan lagu itu. Semalam, aku minum kopi hitam hanya karena rindu kamu memarahiku saat aku tak begadang semalaman.

Seperti saat ada seekor kupu-kupu merah yang tiba-tiba datang, entah dari mana ke meja kita. Ia terbang di ujung meja di atas kepalamu. Lalu berputar-putar sebentar.

Momen yang begitu sebentar saat itu. Tidak ada yang memperhatikannya. Hanya aku sendiri. Ia membawa pesan kepadaku, pesan yang akhirnya aku mengerti. Kupu-kupu itu seolah bilang kamu tak selamanya jadi milikku.

Aku ingin kamu tinggal, tentu saja. Tidak ingin kita berpisah, tentu saja. Tapi aku bisa apa?

Banyak yang bertanya tentangmu. Tentang bagaimana kabarmu sekarang, tentang kenapa kamu tidak pernah lagi aku ceritakan. Dia pasti sekarang bahagia bersamamu. Aku tahu ini karena aku mengenalmu.

Kamu, apakah masih mengingat semua ini sebaik aku mengingatnya?

gambar dari sini

8.4.14

Melebur Ragu


Kalau suatu hari aku tidak ada, apa kamu akan mencariku? Kalau suatu hari aku pergi, apa kamu akan mengharap aku kembali?

Aku dan semesta pernah mendiskusikan ini, segalanya ramah dan bijaksana memelukku. Meski bola mataku tak lagi dihiasi rupamu, jalanku adalah hal menemukanmu. Doaku adalah rindu yang memanggilmu kembali.

Aku menyimpul jawaban dari diammu. Hanya senyummu yang terukir yang tak mampu kubaca maknanya. benarkah yang kuraba serupa dengan getar hatimu?

Kekasih, aku pernah menitipkan mawar di sela telinga indahmu. Apakah aku pernah memintanya lagi dan menawarkan pada hati yang lain? Tidak. Kala mencintaimu, aku sudah tidak memerlukan lagi sempurna yang terlahir di luar sana. Suara mereka terlalu berisik, aku memilih diam. Semoga kita bertemu pada lamunan masing-masing.

Salahkah bila aku merasa kamu tak peduli? Kadang rasa itu mengayunkan bimbang, mengombang-ambingkan sayang yang begitu besar untukmu. Namun pencarian telah lama usai. Berhenti di titik tawamu. Jatuh tepat di binar matamu. Karena tak ada lagi yang mampu mengubah hati. Seperti apapun kamu tak peduli, aku masih disini. 'Begitu lelah sudah ku harus menepi.'

Tak ada yang salah, hanya aku yang terlalu bermain dengan hatiku sendiri tanpa memberimu kabar tentang cintaku padamu. Aku menyimpannya agar kekal di suatu masa, dimana Tuhan menakdirkan selama untuk kita. Percayalah, aku hanya tegar yang mengabdikan perih. Aku adalah bahagia yang menyembah duka.

Apa senja menyapu wajahmu tanpa telapak tanganku, sedang aku matahari yang mengantarmu terbenam dalam kelambu? Aku terlupa semua teori tentang cinta. Tapi tetap saja cinta adalah perbuatan dan bukan hanya kata-kata. Akan kubiarkan kedua tangan ini tanpa genggam siapapun, hingga 'selama' yang ditakdirkan Tuhan untuk kita menjadi nyata.

Tidak, senja datang hanya menitipkan rindu, tak ubahnya hujan. Pergi dan hilang tanpa mengerti ini akan menyiksaku sangat. Cinta memang perbuatan tapi dia datang menari meliuk di antara huruf per huruf lafadz doa yang kau ucap. Segalanya akan nyata, Kekasih. Meski surga penawar yang nyata sekalipun, tetap 'kita' adalah hal yang aku nanti sebelum kita memasukinya.

Kemarilah, bersamaku menari di bawah deras hujan. Bagaimana bisa aku tidak mencintaimu, Kekasihku? Kamu selalu mampu meredam resahku, melupakan perih yang menyesakkan. Beri aku satu pelukan, larut saja di basahnya, di dadamu.

Aku mencintaimu. Kamu, adalah jalan setelah surga. Sebegitu indahnya.


Ditulis bersama Muhammad Irsyad Al-djaelani