Hey, tidakkah kamu tahu bahwa dada ini berdebar jauh lebih kencang ketika terbayang ketidaknyamananmu menahan luka dan pilu? Belum lagi tiap siletan linu yang hadir melalui resonansi suaraku kala ketidaknyamanan itu ternyata karena hadirku. Setiap ujarku inginkan kau berbahagia.
Kututupi tiap duka dan amarah karena emosimu yang tiba-tiba membuncah. Kucecapi engkau dengan banyak cerita hidupku atau bahkan cerita tentang banyak hal remeh semata untuk mengalihkanmu sejenak dari tiap masalah yang melenakanmu. Namun tiap untaian kata itu hanya akan menguap di udara menjadi omong kosong terpanjang dalam sejarah hidup manusia.
Awalnya aku akan bertahan dengan semua pergulatan di hati, membiarkan hening hadir di antara kita hanya untuk membisiki hatimu “Hey, kamu tidak sendiri. Ada aku disini.”
Namun terbentur pada nyata. Jarak ini tidak akan pernah mampu membuat kita saling menatap, dan akhirnya debaranku juga engkau akan tetap menjadi debaran yang bertabrakan. Aku dengan rindu, engkau dengan pilu.
Seandainya suara dapat mewakili sebuah pelukan. Seandainya debaran notasi suara terasa nyata seperti debaran jantung di kala saling berpelukan. Lagi-lagi seandainya. Seandainya apa yang dirasakan dapat diketahui tanpa perlu diucapkan. Walaupun suara dapat menenangkan bahkan menghangatkan. Tetapi pelukan di kala saling terdiam tidak pernah dapat dilukiskan.
Ketika suara tidak lagi mampu mewakilkan sebuah pelukan.
With you is where I’d rather be
But we’re stuck where we are
And it’s so hard, you’re so far
This long distance is killing me
Bondowoso, 3 Mei 2013 19:50
Ditulis kembali berdasarkan interpretasi lagu Long Distance yang dinyanyikan Bruno Mars dari tema Lagu LDR.