28.12.10
Kenapa?
27.12.10
Apakah kau mulai sadar?
22.12.10
Aku Masih Kembali ke Tempat Ini
Semua terasa begitu hampa. Tak ada lagi gairah.
Aku masih kembali ke tempat ini. Justru lebih sering dari biasanya. Lalu apa yang kucari? Entahlah, aku sungguh tidak tahu. Aku berharap keajaiban itu terjadi. Kau tiba-tiba hadir di tempat ini. Kembali untukku.
21.12.10
kepergianmu
entah di pintu mana kini aku menjejak
akan kuikuti pintu yang telah kau buka
karena, aku melihatmu bagai aku melihat diriku
dan senyummu berarti sinar mentari untukku
tak pernah kubayangkan
melihat kau pergi tinggalkanku
biarlah waktu yang akan mengiringi engkau pergi
kepergianmu, seperti tak punya perasaan
apalagi kau melakukannya tanpa pesan
tapi semua akan berlalu
dan yang tersisa tinggal kenangan
lambaian tangan perpisahan serasa lupa terukir onggokan waktu
perpisahan tak kan pernah menjelma indah
jika kau telah jauh dan mengabur
apakah kau kan cari sapaku
meski aku diam dalam penantianku..
aku masih dapat merasa kamu ada di sisiku
19.12.10
Gatal
Mungkin akan lebih terasa nikmatnya..
Aku benci melihat kulitku terluka..
Tapi sungguh, aku sudah tidak tahan..
16.12.10
Aku Ingin Bermimpi
aku ingin bermimpi
tentang sajak-sajak yang kau bangun dalam pahitnya melankoli
tentang dunia yang kau lukis menjelang dini hari
dan harap yang kau jalin saat insomnia menjadi
aku ingin bermimpi
tentang bayangmu yang menyibak kabut malam-malam sepi
tentang kesalmu pada pagi yang terlalu cepat mengkhianati
dan cinta separuh yang tak juga tergenapi
aku ingin, walau hanya bermimpi
tentangmu…
12.12.10
Bicara Tentang Cinta
Bisakah kita tidak bicara tentang cinta? Tentang rindu yang selalu membuat aku sakaw. Tentang mimpi dan khayalan tanpa perlu kita memejamkan mata. Tentang bayangmu yang menari-nari mengitari hariku.
Ah, bisakah kita berhenti bicara tentang cinta? Tentang lagu yang mewakili setiap perasaan kita. Tentang puisi yang ku buat untukmu, puisi yang kau rangkai untukku. Tentang rasa yang membuat kita melayang lalu jatuh berdarah.
Aku lelah bicara tentang cinta. Tentang kita yang seperti sepasang jemari yang kehilangan genggaman. Tentang rintik yang menggantung dan sepi yang menggulung. Tentang rindu yang mematung dan mimpi tak menyambung.
Sungguh, aku bosan bicara tentang cinta. Tentang getar yang menghanyut di debar jantungku, sebelum menjatuh seperti air yang terjun ke segala rindu. Tentang kita yang seperti sepasang rel kereta yang selalu bersama. Berawal di tak hingga, dan berujung di suatu masa yang rahasia.
Sudahlah, kita tak perlu lagi bicara tentang cinta. Aku hanya ingin habiskan bahagia denganmu, sebab mungkin esok tak akan tiba. Aku hanya ingin bersamamu lupakan waktu yg berlalu, siklus hari yang menderu. Sebab semua itu seakan tak pernah bersahabat pada rindu. Aku hanya ingin kita berhenti di sini saja, ketika semua indah cukup dan aku tidak perlu lebih.
9.12.10
Hilang Arah
namun aku makin hilang tak terarah ketika bingkai hati itu tak kuasa kuraih
kini ku hanya bisa meratapi senyum abadi itu
seakan ia menghiasi mimpi-mimpiku
namun arah membawaku ke alam yang makin ku tak mengerti tentang cinta
aku dan kamu bagai harapan terterpa angin rindu
Ujian Tentangmu
tak bisa membencimu
23.11.10
Hanya Senja di Mataku
yang mulai menepi ke laut hatiku.
pasir, hanya hening yang tak bisa bicara.
bisu.
bayang-bayang matahari tinggal usia,
lindap jadi buih.
padahal timur tinggal sesaat di dada.
padahal laut masih jauh di hatimu.
hanya ada senja di mataku.
penuh awan, pekat rindu
dan air mata
16.11.10
Bintang
suatu ketika ku tersesat dalam pekatnya gelap
dalam heningnya sepi
dalam dinginnya malam
sekelebat, setitik bintang jatuh
cahayanya menghampiriku
walaupun ia jauh disana
bintang itu menerangiku
menghangatkanku
menuntun jalanku
**
namun
benakku bertanya
dia hanya maya
semu
buah imajiku yang terlalu banyak berkhayal
**
ahhh… apapun itu
setidaknya ku bisa menikmatinya saat ini
walau hanya cahayanya
entah sampai kapan
??
9.11.10
8.11.10
Bulan Biru
Tersaput rindu yang mendera
Hangus terbakar api matahari
Cedera oleh sepi dini hari
***
Duh, bulan biru yang mencium hatiku
penabur cahaya hati yang sunyi
entah kapan kau bisa kurebut
Jika malam ini
bulan biru menggantung sampai pagi
terpaku memandang bumi
lalu pergi dan membiarkanku sendiri
dalam sepi.
tanpa bisa kumiliki.
itulah berarti
Aku pelangi
tanpa warna-warni
6.11.10
Sajak Rinai Hujan 1
lalu tatap hatiku lekat-lekat.
Rabalah apa yang kau anggap rasa.
Rasailah apa yang kau pikir tak biasa.
Pada satu bilik hatiku yang paling sepi,
ciptakanlah puisi.
5.11.10
3.11.10
Tirai Hujan
28.10.10
Biarkan Aku Sendiri
Tolong beri aku waktu untuk sendiri. Aku mulai jenuh dengan semua ini. Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku. Ragaku? Jiwaku? Pikiranku? Tapi apa yang telah kau lakukan padaku? Kau membuat aku semakin ingin pergi menjauhimu. Aturan tidak jelas. Kaku. Dingin. Beku. Semua kepura-puraan yang tidak berasal dari hatimu. Perbuatan yang tidak tulus. Kau anggap aku ini apa?
Sungguh aku merasa lelah. Sepi. Hampa. Kosong. Tak lagi kutemukan kehangatan yang dulu. Semua yang aku lakukan selalu salah di matamu.
Satu persatu kepingan di hatiku, kau biarkan hancur. Kau biarkan air mataku mengalir tanpa kau tanya kenapa. Kau biarkan aku terdiam tanpa kau tahu sebabnya. Inikah cinta?
Kini, beri aku waktu untuk sendiri. Aku butuh menjadi diriku sendiri. Agar aku bisa melihat lagi semuanya dengan hati. Agar aku bisa memikirkannya dengan jernih.
14.10.10
After November
all I know, there will be no you in my day trip anymore
enough already, end already
I will continue this journey without you
I know, surely all will feel very sore
but I should be able for our good
there's nothing have to be removed from our memories
all will be saved beautifully
until it has time to open
or may not be opened again at all
thank you for our wonderful story
and sorry I brought you too far
into a love story that can not be happen
if may ask, I will ask ...
why only a moment, I feel these wonderful with you
why only a string of words,
I guess our love story is not the perfect story
Maybe this is the scenario that God created
but I do believe, God knows what will happen in the future
I always want to see a happy smile from your face
And let these hearts say "I love you" ..
13.10.10
Lelah di Bumi
Aku sudah lelah mencari
Tak kutemukan selendang jingga yang dicuri Joko Tarub dariku
Aku sudah jenuh menanti
Pelangi yang bisa menjadi titianku ke langit
Aku ingin terbang
Tertidur di atas awan yang lembut
Ditemani senandung bayu yang berhembus mesra
Aku rindu melihat senyum malaikat
Yang akan mengajakku menari
Dan berlomba memetik bintang di langit
7.9.10
Pelangi
Hujan adalah tangisku
dan kau adalah mentari yang menyinari dan menghangatkan hatiku
Sejak kehadiranmu, aku tak pernah lagi melihat mendung
aku hanya melihat pelangi
Ya, pelangi yang selalu menghiasi langitku
kau membuat hidupku berwarna
Jangan pernah pergi
karena aku masih ingin melihat pelangi itu
Pelangi yang sama, yang ada karena hadirmu untukku
17.8.10
Biarkan Bidadari Cemburu Kepadaku
Al Imam Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah, bahwa ia Radhiyallahu ‘Anha bertanya, “Ya Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukan bidadari yang bermata jeli?”
Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari seperti kelebihan apa yang nampak dari apa yang tidak terlihat.”
Ummu Salamah bertanya, “Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama dari bidadari?” Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.”
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Nabi Shalallahu ‘alaihiwassalam ditanya:’Siapakah wanita yang paling baik?’ Beliau menjawab:
‘(Sebaik-baik wanita) adalah yang menyenangkan (suami)-nya jika ia melihatnya, mentaati (suami)-nya jika ia memerintahnya dan ia tidak menyelisihi (suami)-nya dalam hal yang dibenci suami pada dirinya dan harta suaminya.’” (HR. Ahmad, al Hakim, an Nasa’i dan ath Thobrani dan di Shohihkan oleh al Albani).
Ya Allah, jadikan aku wanita sholehah, isteri yang berbakti. Ya Allah, jadikan aku wanita yang lebih utama dari bidadari surgamu. Ya Allah, jadikanlah hanya aku bidadari untuk suamiku kelak di dunia dan di surgaMu. Biarkan bidadari cemburu kepadaku. Karena hanya denganku suamiku kelak menikah di dunia dan akhirat.
15.8.10
Air Mata Rasulullah
Itulah tangisan orang yang sholeh berharap rahmat Allah bahkan dahsyatnya tangisan itu mampu membuat tubuhnya tersungkur karena takut akan kehilangan rahmat Allah pada dirinya. Begitulah hamba-hamba Allah yang mampu meneteskan air mata penuh harap atas rahmatNya. Air mata itu tidak akan menetes bila hati kita mengeras.
14.8.10
Benarkah...?
1.7.10
Harus Terpisah
"What is it?"
“Aku cinta kamu. Selalu jadi rahasia. Antara aku dan kamu.”
Karang tersenyum, kemudian memeluk Zhifa, perempuan yang sangat dicintainya itu.
“Pernah nggak sih kamu membayangkan kehidupan kita berubah, Ka?” Zhifa menggamit tangannya seraya menatap pegunungan yang terhampar di depan mata mereka. “Atau…, suatu hari kita berpisah?"
"Sst…, jangan pernah katakan itu. Kita akan selalu bersama." Karang meyakinkan Zhifa.
Tidak ada yang istimewa dari seorang Zhifa. Begitu sederhana dengan kerudung yang selalu dikenakannya, kulit cerah bersih, dan mata kecoklatan. Tubuhnya tidak terlalu tinggi sehingga tampak begitu mungil ketika berdampingan dengannya. Senyumnya menampakkan lekuk bibirnya yang tipis. Pinggangnya ramping. Aroma manis begitu khas dari tubuhnya. Begitu menarik.
***
Selingkuh. Sebenarnya, ia tidak ingin sejauh itu dengan Gea. Hanya ingin hubungan bebas dan menyenangkan. Namun, Karang merasa jatuh cinta, jenis perasaan ini tidak dikenalinya pasti. Gea tidak lebih cantik daripada Zhifa, tetapi seakan-akan mengerti apa yang diinginkannya. Selera humornya cerdas. Pintar dalam bisnis. Mereka berbagi banyak hal dan menemukan kesamaan. Apakah salah mendapatkan apa yang tidak pernah dirasakan sebelumnya? Apakah salah menginginkan lebih dari apa yang sudah dimiliki?
“Apa katamu?” Zhifa membalikkan tubuhnya, menatap Karang nanar. Mata kecoklatannya memerah dan penuh air. “Kamu bilang aku nggak pernah ngerti kamu? Nggak peduli? Kapan dan di mana letak aku nggak mengerti, nggak peduli?!”
Karang mengusap wajahnya, tidak kalah frustasi. “Aku capek, Zhi!”
Argh! Karang memukul meja. Saat ini, rasanya dia benar-benar ingin mencabik-cabik dirinya sendiri.
Zhifa, seseorang yang selama ini menyelinap dalam angannya. Seseorang yang pernah dipercayainya dan berbagi cerita bersamanya. Tidak peduli berapa tahun bersama, perempuan itu pernah menjadi bagian dalam kehidupannya. Tapi entah bagaimana perasaannya kini.
Zhifa memalingkan wajahnya cepat. Masih bungkam. Angin menerbangkan kerudungnya, menutupi sebagian wajahnya. Semakin menatapnya, Karang merasa sesuatu telah menembus jauh kegetiran hatinya. Ia berusaha mengebalkan diri dari perasaan bersalah yang mengendap pada perempuan itu.
Tanpa bisa ia cegah, mata Zhifa memanas. Gelombang amarah dan frustasi menyerangnya. Zhifa menyadari benar, mereka bukan menjadi bagian satu sama lain. Laki-laki itu bukan miliknya lagi! Air matanya bergulir. Kenapa Karang begitu tega menyakitinya?
Ada yang tiada habis diberitakan musim. Serupa butiran yang jatuh tanpa aba-aba di hening pelupuk mata.
Ada yang tiada habis diberitakan musim. Serupa genggaman yang harus terlepas, walau dua hati masih saling erat terikat.
17.6.10
Malam Ulang Tahunmu
matamu meleleh seperti lilin.
tak kado pun pesta.
listrik yang baru saja menyala.
1.5.10
25.4.10
Tanpa Hadirnya
"Kalau…"
Ketakutan yang nyata beribu tahun cahaya. Ia yang tidak pernah ada. Akankah menjadi sesuatu yang benar-benar tidak ada? Ataukah sedikit saja ia mau menunjukkan keberadaannya dengan rengkuhan dan kerjapan kehadiran? Susuri jurang, pergi sejenak untuk kembali pulang.
Mimpi dan angan telah dengan ceroboh kurontokkan lengkap dengan asa dan rasa. Tak kuhiraukan lagi ribuan sesak yang tertelan melihat mimpi dan anganku berjalan beriringan menjauh. Tak kutangkap lagi hujan, bahkan aku berlari dengan petir menghindari. Kepasrahan bukan lagi sebuah cinta namun tercipta dari amarah. Ketidakberdayaan dan hilangnya rona sosok manusia menjadi terlampau kaku berterbangan dengan senyum yang tersungging, mata yang kering, dan retina yang menggenang kemudian banjir.
"Kalau akui tidak berdiri disana, mampukah kamu berdiri sendiri?"
Satu lagi cerita yang harus dicerna oleh jantung. Karena hati dan logika sudah tidak bisa bekerja, tidak mau bekerja, mati bekerja!!
Berkala kulewati gorong-gorong agar udarapun tak mampu mengendus aroma asin dalam tawa. Berkali menziarahi makam yang berisi tulang, menabuk nisan, dan menangis. Hanya disana air mata tidak menjadi dosa. sesak tak menjadi tuak, raungan adalah irama. Tertatih pulang. klimaks jeritan kini hanya sunggingan senyum pemahaman, raga bergerak sesuai rotasi bukan karena diri, tetesan tak mampu terlukis bahkan dalam derasnya hujan. Untukmu aku akan tersenyum. Untukmu aku akan terlihat kokoh dan mampu. Dan untukmu juga aku akan bahagia.
"Baiklah, aku mampu. Dan aku akan bahagia, meski tanpa hadirmu."
Dengan bersimbah lara.
16.4.10
Belum
Aku rindu masa-masa yang belum kita lalui
Aku rindu napas dan hadirku yang belum juga kamu rindukan
Aku rindu bahu yang belum kamu sandari
Aku rindu kerinduan itu sendiri
14.3.10
Takluk Pada Takdir
Kadang timbul pertanyaan dalam benakku. Pernah tidak, kamu berdoa memintaku sama Tuhan, sekali saja? Pernahkah kamu bersungguh-sungguh menginginkanku?
Aku mencintaimu. Ya, benar aku mencintaimu. Jatuh pada dasar terdalam hatimu. Tersesat dalam labirinnya.
Lalu aku lupa bagaimana cara untuk pulang. Aku lupa bagaimana cara untuk bangkit. Aku lupa bagaimana cara untuk membencimu.
Inginku mengacuhkanmu. Atau sekedar berpura-pura untuk itu. Tapi sungguh aku tidak bisa. Aku lupa cara melupakanmu.
Dan kini aku lupa bagaimana cara tersenyum tanpamu. Lupa menghentikan tangis tanpamu. Aku benci tak bisa membencimu.
Hey tuan pemilik hatiku. Ajari aku melakukan semua itu. Seperti kamu yang kini begitu pandai berpura-pura tak mencintaiku.
Aku hanya ingin menanyakan satu hal. Tidakkah itu terasa menyakitkan bagimu, mengacuhkan aku, orang yang kau cintai?
Aku cinta kamu. Kamu cinta aku. Tapi ternyata tak semudah itu menyatu.
Karena kita yang tak pernah berani melawan dunia. Karena kita yang terlalu pengecut takluk pada 'takdir'.
Lalu bila aku bukan takdirmu, masihkah kau memperjuangkanku?
Dulu, kamu pernah mencintaiku. Sekarang pun kamu masih mencintaiku. Tapi kamu beranjak meninggalkanku
Seandainya teriak sekuat tenaga mengatakan "I love you" bisa membuat kamu menjadi milikku selamanya, aku pasti lakukan itu.
Jika aku berhenti mencintaimu, akankah kau sadar bahwa selama ini yang bisa mencintaimu sebesar itu hanyalah aku?
14.2.10
Tulus
Tidak semudah seperti yang dibayangkan. Tidak semudah seperti yang terlihat. Hanya aku dan Tuhan yang tahu apa yang benar-benar aku rasakan. Mungkin orang lain menilai buruk. Silahkan saja. Hanya hati yang tulus yang bisa mengetahui apakah yang dilakukan orang lain padamu itu tulus atau tidak. Terlepas dari rasa kecewa yang kita dapatkan. Aku mengingat yang baik, melupakan yang buruk. Aku mengingat saat bahagia, melupakan saat sedih. Maaf. Maaf. Maaf.
14.1.10
Not Done
“Aku sudah punya pacar…” Dia mengatakan itu dengan perlahan. Dengan nada suara setenang mungkin. Gelas yang kupegang terjatuh persis seperti adegan di film yang butuh banyak koreksi menurutku, Ungu Violet. Wajahku terasa panas, berdebar bergemuruh.
“Oh, baguslah…” jawabku. Tak kutanyakan lagi seperti apa perempuan itu, dimana mereka berkenalan, apa yang menarik darinya, bahkan apa yang pernah mereka lakukan. rasanya hampa, tawar.
Dengan bergegas kubereskan serpihan gelas yang terjatuh. Aku berjalan ke dapur, tempat dimana kami selalu bereksperimen tentang kue yang gagal mengembang dan hangus. Dapur itu mempunyai banyak cerita. Belum lagi upayanya untuk menyenangkanku dengan membuat susu kacang ciptaannya sendiri. Aku lupa apa aku pernah mengatakan kepadanya bahwa susu itu terlalu kental?
Perlahan kakiku mengarahkan otak tanpa kukendali, aku mengambil selembar kain perca yang diletakkan tepat di dahan pohon kenanga di halaman rumahku. Halaman yang dulu kerap ia sirami, sambil aku menunggunya untuk mengepel lantai demi lantai yang basah karena ia menyiram semua pohon itu dengan sembrono. ia ceroboh, dan tidak bisa berubah kurasa.
Ia tetap menungguku di kursi kesukaannya. Dengan tertunduk ia hanya mengamati pecahan kaca yang seakan keluar dari bola matanya. Ia menangis tak bersuara. Kusapu serpihan kaca, sesaat kaca itu buram, tak dapat lagi ku bercermin. Kabut tebal bergelayut di pelupuk jendela hati, butiran air perlahan menetes.
“Kenapa menangis?” Tanyanya pelan tanpa menoleh padaku. Ia selalu tahu kapanku tersedan, tanpa perlu melihat mataku.
“Toh kamu kamu juga punya pacar. Kamu akan menikah juga! Kenapa kamu menangis? Toh aku tidak pernah berhak untuk menangis tiap kali ku harus melihat tanganmu digenggam orang lain. Aku tidak pernah berhak menangis ketika kamu tak mampu membendung perasaanmu dan mengucurkan airmata di dadanya, padahal aku ada disana. Di dalam tiap sedihmu dan tak kau dapati ia, kamu mencariku, mencari tanganku untuk mengelus kepalamu, mencari wajahku untuk menunjukkan raut aneh hanya agar kamu tertawa, dan setelah itu kamu menghilang. Lalu sekarang kenapa kamu menangis? Apa aku tidak boleh bahagia?”
Isakanku makin kencang. Pecahan kaca tak dapat lagi mengalihkan perhatian. Tak dapat kubayangkan ada nama lain di hatinya, ada wajah lain yang akan mengisi pikirannya, ada tangisan lain yang akan membutuhkan peluknya.
Bukan aku tak ingin ia ada. Tapi terlalu takut untuk membuat ia benar-benar kembali ada. Namun tak rela jika ia beranjak pergi. Egois memang. Tapi ketakutan itu selalu muncul. Ketakutan yang membawa sebuah cita-cita, tanpanya aku mati.
“Apa aku selama ini tidak mati?” ujarnya lirih seakan menjawab pertanyaan hati.
“Aku mati, aku bertahan menjadi mummi hanya karena ingin lihat kamu, hanya ingin rasakan hadirmu, namun ketika lilinku tak mampu lagi terangi rumah mungil itu, aku menyerah. Kamu berhak untuk bahagia. Kamu berhak mendapat penerangan dari semua lampu agar setiap sudut dunia tahu kamu berharga.”
Ia meraih tanganku, dan sekali lagi mengecupku perlahan, lembut seperti aku sebuah porselen yang mudah pecah, kecup hangat yang selalu mampu membuatku bergetar.
“Apa kamu bahagia dengannya?” tanyanya dengan hati-hati. Kuanggukan kepala dan ia menangis.
“Aku juga ingin bahagia. Kamu ingin lihat aku bahagia?” Aku ingin lihat ia bahagia, ingin menukar lautan airmata yang dulu kerap ia keluarkan karena aku, sakit, senang, dan sakit. Aku ingin ia bahagia, menukar semua coretan pahit dengan tulisan manis yang mungkin bisa ia dapatkan dari orang lain. Matanya masih memandangku dengan indah, dengan harap dan dengan luka yang selalu kutorehkan di sekujur tubuhnya.
“Ya, aku mau kamu bahagia” Dan kami menangis…














.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)
.jpg)



