Dia adalah rindu yang kukulum terlalu lama, hingga menyisakan rasa nyeri. Seperti permen karet yang mula-mula manis, lalu akhirnya berganti menjadi tawar. Sedikit pahit, malah.
Dia adalah melankoli sentimentil, yang membuat malam yang merayap terasa nelangsa, semata karena rasa sepi terasa begitu menggerogoti. Dan fajar yang menyingsing mengundang senyum, terutama ketika aku memikirkan dirinya yang pasti sedang memikirkan diriku. Mungkinkah dua hati berpagut dalam alam relativitas yang tak menjejak nyata?
Dia adalah rangkaian kata-kata yang tak teraksarakan. Tetapi sanggup membuat jemariku menari di atas keyboard komputer, atau menggerakan pena di atas coretan kertas. Untuk kemudian memaksaku menekan tuts backspace lama-lama dan menggumpalkan kertas itu ke dalam tong sampah.
Apakah aku segalanya, baginya? Aku tidak tahu. Aku hanya ingin dia hidup bahagia, walaupun tanpa diriku. Dan seperti yang dia katakan, dia ingin aku bisa hidup bahagia, walaupun tanpa dirinya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar