1.12.14

Terlampau Luka

Selepas patah, tak pernah kuharap pipiku basah.

Selepas remuk, masih kuharap kamu yang memeluk.

Tak kah kau rasakan sakit yang teramat ini?

Aku tak mampu berdiri, apalagi berlari.

Aku lumpuh, merangkak pun tak mampu.

Kau menikamkan pisau tepat mengenai jantungku.

Puaskah kamu setelah membunuhku tanpa peringatan?

Kini aku bersembunyi di sudut kamarku membiarkan diriku menatap wajah yang selama ini bertarung dengan ragu.

Aku membayangkan tanganmu mengusap lagi wajahku, menyentuh ingatan yang mencair di pipi.

Aku tak bisa lagi melafalkan luka semenjak kau hapus seluruh langkah di dadaku yang telah sedemikian dalam terpahat.

Aku berteman baik dengan kenangan dan setia memungut keping demi keping yang kau lemparkan.

Riak luka mengapung di mataku membuatku sadar bahwa hatimu telah tercemar.

Gelombang mengambang di bibirku membangunkanku dengan dingin napasmu yang enggan menyembuhkan luka yang kau tanam di sekujur tubuhku.

Kupanggil namamu, kupanggil namamu, selalu….

Hingga tembok kamarku memantulkan suaramu

Kita menari, memeluk, bercinta dalam ketidakwarasanku ini.

Dengan apa aku harus melarikan diri?

Harus dengan apa kurapikan ingatanku kembali?


Bondowoso, 1 Desember 2014 14:00


Ditulis kembali berdasarkan interpretasi lagu Ketidakwarasan Padaku yang dinyanyikan Sheila on 7 dari tema Lagu Patah Hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar