30.6.11
28.6.11
kau dalam bayang malam
aku masih terus membayangkan
senyummu menabur bintang di pekatnya malam
dan bulan berseru "aku tertawan"
dalam mimpiku gumpalan awan berbentuk hati
selalu saja menaungi
hingga hujan badai selalu saja berujung pelangi
malam ini gelap....
Bintang tertidur lelap diantara awan.
Bulan menutup mata dibalik jubah langit....
Dan udara mengikis pelan disekitar alam....
Aku masih sendiri....
ingin kupeluk tubuhmu di atas tidurku yang terjaga malam ini,
betapa ku ingin menggores setiap liku tubuhmu dengan senyuman
indahnya saat khayalan datang mengetuk,
membawamu dekat disampingku
senyummu menabur bintang di pekatnya malam
dan bulan berseru "aku tertawan"
dalam mimpiku gumpalan awan berbentuk hati
selalu saja menaungi
hingga hujan badai selalu saja berujung pelangi
malam ini gelap....
Bintang tertidur lelap diantara awan.
Bulan menutup mata dibalik jubah langit....
Dan udara mengikis pelan disekitar alam....
Aku masih sendiri....
ingin kupeluk tubuhmu di atas tidurku yang terjaga malam ini,
betapa ku ingin menggores setiap liku tubuhmu dengan senyuman
indahnya saat khayalan datang mengetuk,
membawamu dekat disampingku
27.6.11
Izinkan Aku
Izinkan aku tersenyum untuk semua luka, lalu menyimpan air mata di antara gemuruh tawa.
Izinkan aku berpura mengerti akan jawab segala tanya, meski aku memendam gelisah atasnya.
Izinkan aku berkata cinta, walau aku tak pernah tau seperti apa rasa yang kau punya.
Izinkan aku memapahmu untuk bersama belajar tuliskan asmara, dan aku akan membantumu lupakan rasa yang lama.
Izinkan aku sajikan cawan baru berisi cairan cinta, kan kupecahkan cawan yang lama.
Izinkan aku lagi merangkulmu tanpa tanya, sebab aku mencintaimu tak bermasa.
26.6.11
belum cukup
dalam degup jantung, aku tersesat
dalam mimpi yang menyata, aku tersedak
dalam buih bayang yang menggelegak, aku terhimpit
dalam nafas yang terengah, aku tertatih
dalam deras hujan yang menyelimuti, aku terpaku
belum cukupkah itu bagiku, semesta
hingga aku terbungkam dalam rindunya?
25.6.11
Apakah Aku Berubah?
"Tidak ada kecewa bila kita mau menikmati dan mensyukuri segala hal. Bukankah sakit pun nikmat, karena setiap rasa sakit yang kita alami menggugurkan dosa kita."
Tanpa sengaja, aku menemukan kalimat-kalimat itu di komentar catatan temanku. Kalimat yang aku tulis untuk menanggapi catatannya.
Tidak percaya dan heran, aku pernah menulisnya. Itukah aku dulu? Dan sekarang, siapa aku? Mengapa aku tak lagi sebijak dan setegar itu? Berubahkah aku?
Mungkin, aku harus lebih banyak belajar dengan diriku yang dulu. Kembali menjadi orang yang lebih baik. Insyaallah..
Tanpa sengaja, aku menemukan kalimat-kalimat itu di komentar catatan temanku. Kalimat yang aku tulis untuk menanggapi catatannya.
Tidak percaya dan heran, aku pernah menulisnya. Itukah aku dulu? Dan sekarang, siapa aku? Mengapa aku tak lagi sebijak dan setegar itu? Berubahkah aku?
Mungkin, aku harus lebih banyak belajar dengan diriku yang dulu. Kembali menjadi orang yang lebih baik. Insyaallah..
23.6.11
tersesat
nampaknya telah tersesat, aku
entah dalam ilusi mendung … atau rindu itu sendiri
hinggap pada tepi jendela tempatnya menanti
bersama secangkir panas yang menjelang senyap
dan puisi-puisi yang beranjak dari bibir benak
menabuhkan sepi
bersetubuh mesra memeluk tanah
daun tua yang coklat
ikut terbanglah meninggi
cinta terpendam
perlahan pudar
tanpa kusadar
aku tertawa sendiri
sore itu
aku tersesat
entah darimana
sebuah hati bebaskan aku begitu cepat
entah dalam ilusi mendung … atau rindu itu sendiri
hinggap pada tepi jendela tempatnya menanti
bersama secangkir panas yang menjelang senyap
dan puisi-puisi yang beranjak dari bibir benak
menabuhkan sepi
Menetes basah air mataku jatuh ke bawah
bersetubuh mesra memeluk tanah
daun tua yang coklat
ikut terbanglah meninggi
cinta terpendam
perlahan pudar
tanpa kusadar
aku tertawa sendiri
sore itu
aku tersesat
entah darimana
sebuah hati bebaskan aku begitu cepat
11.6.11
Serpihan Rasa
tak ada dusta pada rasa
kisah akan berbalik
ketika asa di titik nadir
cinta sudah dekat
terasa menghangat
meski tak terlihat
hanya beberapa langkah
sebelum ia memeluk
ingin terhanyut dalam sujud
tenggelam dalam pinta dan tanya
mengapa hanya terbaca sepenggal
adakah jawab yang tak usai
memburam bersama kabut yang menggantung
maka, rasa mana lagi yang kau sangkal?
menyangkal rasa adalah siksa
maka kututup sebuah hitungan
dengan menggenapi rasa
kemudian menyapu sisa serpihnya
melempar semua kotornya
dan menerbangkan impiannya
2.6.11
Dua Sajadah
pada selembar sajadah yang tenunannya mulai melapuk, meruah semua harap juga tetes yang merintik karena luap rasa. tereja bersama jutaan titik haru yang paling tenggelam. pada selembar sajadah yang ujungnya mulai terburai, terekam namamu, untuk kupinta menjadi imam.
pada satu ruang waktu kini, kubujuk semesta untuk menjodohkan kita. pada satu persimpangan waktu nanti, akan datang masanya sajadah kita bertemu. aku bersabar, hingga tak mampu lagi kueja pintaku karena hanya hati yang dapat melakukannya dalam sunyi di runduknya sujud.
bila engkau adalah sebentuk kebaikan bagiku dan kehidupanku. juga penyempurna keyakinanku terhadap Sang Maha, angin membisikkan rindu di tiap siutnya. meneteskan keyakinan itu pada hangatnya darah, satu demi satu. mencondongkan rasa pada satu ketetapan mutlak. dan kita terberkati dalam satu konspirasi alam.
satu saat nanti, kuterima lamaranmu. sebagai jawab untuk ribuan pertanyaan di ujung sajadahmu.
pada satu pertemuan ruang waktu nanti, dua sajadah kita akan bersanding dalam perhelatan semesta. kugelar sajadahku sedepa di belakang milikmu, menjadi makmum. menadahi sujud kita yang melebur dalam satu pinta, keberkahan surga dunia.
pada satu ruang waktu kini, kubujuk semesta untuk menjodohkan kita. pada satu persimpangan waktu nanti, akan datang masanya sajadah kita bertemu. aku bersabar, hingga tak mampu lagi kueja pintaku karena hanya hati yang dapat melakukannya dalam sunyi di runduknya sujud.
bila engkau adalah sebentuk kebaikan bagiku dan kehidupanku. juga penyempurna keyakinanku terhadap Sang Maha, angin membisikkan rindu di tiap siutnya. meneteskan keyakinan itu pada hangatnya darah, satu demi satu. mencondongkan rasa pada satu ketetapan mutlak. dan kita terberkati dalam satu konspirasi alam.
satu saat nanti, kuterima lamaranmu. sebagai jawab untuk ribuan pertanyaan di ujung sajadahmu.
pada satu pertemuan ruang waktu nanti, dua sajadah kita akan bersanding dalam perhelatan semesta. kugelar sajadahku sedepa di belakang milikmu, menjadi makmum. menadahi sujud kita yang melebur dalam satu pinta, keberkahan surga dunia.
Langganan:
Komentar (Atom)