14.12.13

Wanita

Ketika Tuhan menciptakan wanita, Dia lembur pada hari keenam.

Malaikat datang dan bertanya, “Mengapa begitu lama, Tuhan?”

Tuhan menjawab, “Sudahkah engkau lihat semua detail yang Saya buat untuk menciptakan mereka?”

“Dua tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak saat yang bersamaan. Punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan, dan semua dilakukannya cukup dengan dua tangan ini.”

Malaikat itu takjub, “Hanya dengan dua tangan? Impossible!”
“Sudahlah Tuhan, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya.”

“Oh tidak, Saya akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit Saya.”
“O yah, dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari.”

Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita ciptaan Tuhan itu.
“Tapi Engkau membuatnya begitu lembut Tuhan.”

“Ya.. Saya membuatnya lembut. Tapi engkau belum bisa bayangkan kekuatan yang Saya berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa.”

“Dia bisa berpikir?”, tanya malaikat.

Tuhan menjawab, “Tidak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi.”

Malaikat itu menyentuh dagunya.
“Tuhan, Engkat buat ciptaan ini kelihatan lelah dan rapuh. Seolah terlalu banyak beban baginya.”

“Itu bukan lelah atau rapuh… itu air mata.” koreksi Tuhan

“Untuk apa?”, tanya malaikat.

Tuhan melanjutkan, “Air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan kegembiraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggan.”

“Luar biasa, Engkau jenius Tuhan.”, kata malaikat.
“Engkau memikirkan segala sesuatunya, wanita ciptaanMu ini akan sungguh menakjubkan.”

Ya mesti!
Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki.
Dia dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki.
Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri.
Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya.
Mampu berdiri melawan ketidakadilan.
Dia tidak menolak kalau melihat yang lebih baik.
Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya.
Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.

Cintanya tanpa syarat.
Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.
Dia girang dan bersorak saat melihat kawannya tertawa.

Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.
Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian.
Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup.
Dia tau bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.

Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita: DIA LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA.


Dari berbagai sumber.

12.12.13

Setia

Aku dengan tenang menyeruput teh hangatku menantikan kepulanganmu, yang aku bahkan tak tahu kapan.

Aku,

merindukan rindu yang tak lagi merindukanku

mencintai cinta yang tak pernah mencintaiku

menyayangi sayang yang tak sanggup menyayangiku

mengharapkan harap yang tak mampu mengharapkanku

menantikan nanti yang tak mungkin menantiku

memperjuangkan pejuang yang sama sekali tak memperjuangkanku.

Aku, tetap bertahan dalam kesia-siaan.

Lalu suara hatiku berkata,

Tak usah dengarkan mereka, sayang. Jangan hiraukan. Ini hidupmu.

Kau yang telah memilih ini semua. Jadi jalani saja.

Jika kau mulai penat dengan pertanyaan yang datang, jawablah dengan senyuman simpulmu. Sederhana bukan?

Setia adalah foto lusuh kita berdua yang selalu menempati tempat istimewa di dompetku.

Setia itu playlist favorit kita, yang selalu mengalun menemani saat-saat aku jatuh.

Ya, aku bilang ini setiaku padamu.

8.12.13

Pelangi Malam

Konon, sepi itu membunuh, menghimpit paru-parumu terlalu kencang, sampai kau lupa bagaimana caranya bernafas.

Konon, harapan dan mimpi yang dipunyai setiap manusia itu kadang menyakiti dirinya sendiri.

Ada yang mengejar dan mewujudkannya.

Ada yang mundur dan membuangnya.

Ada pula yang diam dan hanya menyimpannya sepanjang sisa hidupnya.

Katanya, jangan pernah mengharapkan sesuatu yang tidak pernah bisa kamu berikan kepada orang lain.

Seperti berharap melihat pelangi di malam hari.

Meski hujan sore yang berganti senja.

Mengadu pada bintang.

Meski rintikannya tersirat rindu.

Ah, mulutku terlalu pahit untuk berkata yang manis-manis, mungkin sudah terlalu lama menyecap pahitnya rasa.

katakan ini kacau, karena aku memang sedang meracau

6.12.13

Sejauh Harapan dan Kepastian

Aku merasa ada yang hilang tanpa tahu apa yang sudah aku temukan. Aku merasa menemukan tanpa tahu apa yang aku cari. Dan aku seperti masih mencari tanpa tahu apa yang sudah hilang.

Aku mulai mencari sumber dari partikel partikel yang ditiupkan angin sore itu kepadaku. Ku langkahkan kaki mengikuti jejak yang membangkitkan sejuta kenangan menyakitkan. Lalu kalian pasti heran mengapa aku justru mencari sang ‘kenangan’ itu bukan?

Dia hanya sejauh harapan dan kepastian, harapanku untuk mendapat kepastiannya. Aku mulai bertanya, "Kita ini pasangan atau cuma berteman?" Bisik hatiku.

Tunggu dulu…

Ku pacu terus kakiku sambil berkonsentrasi agar tidak kehilangan jejak elemen-elemen itu, aku yakin, sangat yakin, si pemilik bau ini adalah sang ‘kenangan’ yang seharusnya tak kutemui sejak kami bertemu tiba-tiba pada sore hari di bulan Januari lalu.

Kala itu, cukuplah udara yang sama yang menjadi media kami bersama. Dalam satu hembusan nafas yang sama. Kami saling terhubung di sana.

Kini, partikel-partikel itu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna, membawaku hingga berdiri berhadapan langsung dengan sang ‘kenangan’.

"Hey," sapaku, lalu aku mengucapkan apa yang sedari dulu ingin ku utarakan, "Selamat tinggal" yang seharusnya ku ucapkan untuknya Januari lalu.

Dan akupun bergegas pergi bersamaan dengan munculnya pelangi dari sudut cakrawala setelah hujan di bulan Desember sore ini berlalu.

Ketika yang dinanti hanya berdiam diri di kejauhan, saat itulah yang terbaik untuk mengikhlaskan kedekatan yang dulu pernah ada.

3.12.13

Tidak Mendoakanmu

Mungkin hari terlalu dini untuk merindukanmu. Bahkan mataku belum sedikit pun terpejam. Sengaja ataupun tak disengaja, kamu ada di dalam kepala.

Jika kamu bertanya, kenapa aku tidak sedikit pun berucap pamit. Karena aku yakin, ada masa yang akan menjawab perjumpaan berikutnya.

Aku tidak ingin menutupi lukaku dengan mendoakanmu, karena akan jauh lebih sakit jika doaku terkabulkan. Wajahku mungkin sanggup berpaling ketika melihatmu, namun hati kecilku yang tak pernah sanggup.

1.12.13

Rumah Hati

Tidak ada yang harus berubah. Aku sayang kamu. Dan biarlah tetap seperti itu.

Dalam kesunyian begini mutlak. Antara kita yang saling diam.

Entah karena segan atau sudah terlalu banyak yang kita ceritakan. Sesungguhnya Dia telah menciptakan sesuatu bukan tanpa tujuan.

Begitupun serangkaian pertemuan. Ada yang mengharapkan seseorang datang, kemudian seseorang itu mengharapkan seseorang yang lain.

Ada yang ingin sekali datang, namun hujan mengguyur habis semua kemungkinan.

Karena bagiku seorang engkau ialah rumah bagi hati kecilku.

Di balik mata, di luar kepala dan di dalam detak jantung, tak jarang aku merasakan rindu akan engkau.

Ada senyuman rindu terangkai dalam garis konstelasi. Di antara gugus bintang membujur semesta, engkaulah yang paling sempurna.