Keputus-asaan. Semuanya saling terhubung. Kita berada dalam satu lingkaran rangkaian. Sederhananya tirani rantai makanan. Ekosistem yang tidak hanya merusak alam tapi orang-orang yang telah merusaknya.
Mungkin kita tidak bisa melihatnya. Seperti kemampuan manusia untuk kembali religius seperti pada awal-awal lahirnya agama. Kalau semua urusan hanya urusan trend. Kalau semua hanya urusan hal-hal baru untuk mengganti yang lama.
Atau kita hanya berpura-pura. Berpura-pura buta. Ini yang paling mudah. Berpura-pura tidak melihat. Dibuka mata lebar-lebar untuk mengaburkan kebenaran. Kebenaran yang sebenarnya benar-benar kita pahami sebagai yang benar. “Memang bukan jualan yang laku dijual, kebenaran itu.”
Orang akan lebih mudah mencibirnya sebagai euforia. Fantasi dari hal-hal yang dikategorikan suci. Tapi hebatnya lekang ratusan tahun dihitung dari masa pembuatannya sampai saat ini. Kehebatan di masa-masa ketika logika belum menguasai pola pikir manusia. Ketika ilmu pengetahuan masih dikaburkan dengan mistisme. Ketika Tuhan diceritakan memberi bencana-bencana alam. Dimana saat ini, bencana alam dibaca akibat dari gejolak alam itu sendiri. Riset dan penelitian menjadi berhala baru. Seperti halnya usaha manusia untuk mengkultus usaha baru tidak pernah putus.
Inovasi-inovasi, penemuan-penemuan baru dalam bidang apa pun selalu berdampak, entah apakah orang-orang semakin jalan maju tapi melihat ke belakang. Atau justru berjalan mundur tapi kepalanya menghadap ke depan.
Tapi yang sutup asa semua terselimuti kabut. Buram dan tidak bertujuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar