Teruntuk kamu, yang yang belum pernah ada dalam satu bingkai foto yang sama denganku.
Sore ini jalanan padat seperti biasa. Sama padatnya dengan lalu lintas pikiranku. Juga sama semrawutnya, barangkali. Kamu duduk di bangku depan, sibuk mengganti frekuensi radio beberapa kali. Lalu kamu ikut bersenandung pada beberapa bait yang kamu hafal sekilas liriknya. Aku duduk di bangku belakang, tanpa suara, menyandarkan kepala.
Langit mulai meremang diiringi gerimis yang semulanya tipis-tipis lalu menebal. Kita memperhatikan jalanan dari bingkai jendela yang berbeda. Seperti halnya, kita berdua yang belum pernah ada dalam satu bingkai foto yang sama.
Setiap mobil di jalanan tersebut memasang wiper-nya. Bergerak dari kiri ke kanan, menyapu bulir-bulir hujan yang menghalangi pandangan. Hanya menghapus sepersekian detik, kemudian terguyur lagi oleh hujan.
Begitu seterusnya.
Seperti tawa dan airmata, yang hadir selintas-selintas saja. Sementara. Dua hal tersebut silih berganti, hingga seringkali tumpang tindih. Baru saja kamu tertawa sampai pipi dan perutmu kram, lalu perlahan pipimu terasa hangat oleh lelehan airmata. Atau sebaliknya, airmata yang bisa saja terusap oleh cerita-cerita bahagia. Bahkan, tidak jarang keduanya muncul bersamaan. Dan kita tidak sempat membedakan rasa keduanya.
Seperti kisah kita. Ada kamu di sisi sana, dan aku di sisi sini. Dipisahkan oleh jarak ribuan kilometer. Kita berada dalam dunia paralel yang kita ciptakan sendiri, tidak dalam satu dunia yang sama. Tak berawal dan tak berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar