23.12.11
Tak Ingin Jatuh Cinta
Kalo boleh, aku tak ingin jatuh cinta. Jatuh itu sakit, boleh dibuat melayang saja karenanya? Rasa-rasanya tidur di awan menyenangkan. Lalu, ketika aku melayang, aku akan terbang. Aku akan melewati hutan awan, dan tak akan lagi berharap pada bintang jatuh. Biar kukunjungi ia sendiri dan kugigiti ribuan bintang hingga kenyang. Aku akan berkata pada bintang “Hayo, kugigit atau mau mendengar dan kabulkan permintaanku?” dan aku tertawa riang, turun perlahan dengan prosotan pelangi. Mampir ke awan untuk tidur.
Kukeluarkan rinduku, kusisipkan pada petir, dan petir merobek awan dan turunlah rinduku menjadi hujan. Merendam kaki langit. Jadi ketika aku jatuh, aku tidak menyentuh tanah. Aku akan tercebur dulu, baru tenggelam. Rasa rasanya, sakitnya lebih manusiawi.
Tanah, bukannya aku benci. Tapi jatuh padamu. Lebamnya sulit menghilang hingga kini. Biarlah aku membiru, dalam genangan hujan rindu yang menenggelamkan rasaku.
__Rahne
15.12.11
Bisakah Kau Jelaskan
sementara kumparan pita kaset tua tempat kita merekam ingatan belum lagi sempat kugulung rapi, kau sambil tersenyum meletakkan dua batang korek api di atas tanganku yang terbuka dan berdarah. bisa kau jelaskan harus dengan apa kurapikan halaman kita? membakarnya atau membingkai ia dalam pigura pelangi bercahaya?
apa yang lebih kejam dari sekumpulan kenangan ketika kau mengirim kata 'mundur' dan 'menyerah' dari jarak yang begitu jauh. bisakah kau jelaskan sambil menggenggam tanganku yang mulai rapuh?
8.12.11
Bukankah Kau Berkata
Aku inginkan pembatas buku, katamu. Lalu kau menyisipkan pisau tepat di bagian cerita yang ingin aku baca. Paragraf yang ingin kau lupakan. Kemudian aku berharap bisa mengenangmu seperti butiran permen berwarna cerah yang kau beri dahulu sebelum kau membunuhku tanpa sebuah peringatan.
Bukankah ketika itu kau berkata akan memberiku kesempatan?
4.12.11
Aku Mengingat Engkau
Aku mengingat engkau, selalu, mengingatmu seperti sepi langit malam dan jalan yang basah oleh kenangan.
21.11.11
Bait yang Hanyut
15.11.11
Tiga
11.11.11
Rindu #4
Aku Mencintai dengan Caraku Sendiri
26.10.11
Jatuh Cinta Diam-diam
Diam-diam. Dan parahnya, kau seperti, seolah, merasa, dia juga terlihat menyukaimu. Kau bahkan tak tahu, apakah itu nyata atau semu. Yang kau tahu, kau menyukainya.
Kau jatuh cinta sendirian.
Dan itu sudah cukup membuat harimu menjadi merah jambu.
***
Jatuh cinta itu sesuatu yang tiba-tiba. Tak perlu rencana. Aku menduga, orang yang berpikir ketika jatuh cinta, sebenarnya bukan jatuh cinta. Ia justru sedang berusaha jatuh cinta, menemukan alasan untuk menyukai. Dan beranggapan, alasannya cukup masuk akal.Something that makes you think, well it’s worth falling in love with them.
Then, I thought, you were not falling.
Kau tidak pernah merencanakan untuk jatuh. Kau juga tak akan bermimpi terpeleset kulit pisang di tengah jalan lalu terjatuh. Semuanya terjadi begitu saja. Begitulah jatuh cinta. seperti terpeleset. Tanpa alasan. Tanpa kau tahu mengapa. Ia mengintai menunggu saat yang tepat dan mungkin saat logikamu lengah. Mendadak kau sadar, ya, kau telah jatuh cinta ketika matamu berkedip.
Orang yang jatuh cinta diam-diam, seperti kata Raditya Dika dalam Marmut Merah Jambu (MMJ), harus bisa melanjutkan kehidupannya dalam keheningan.
Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam, hanya bisa mendoakan, kata Raditya Dika. Aku mungkin harus bersepakat dengan Raditya Dika kali ini. ‘Orang yang jatuh cinta diam-diam, pada akhirnya menerima.’
Menerima bahwa semuanya memang baik seperti ini. Bahwa kenyataan kadang tak sesuai yang ada dalam angan.
Pada akhirnya, jatuh cinta bisa memunculkan keragu-raguan dalam diri setiap manusia, menebak-nebak dalamnya hati seseorang. Dan berharap, ada kita di sana. Pada kenyataanya, kita bisa jadi sedang jatuh cinta sendirian.
24.10.11
14.10.11
Waktu
Senja #2
Rindu #3
2.10.11
Masalah
13.9.11
8.9.11
Takut Kehilangan
1.9.11
Sepotong Roti Penebus Dosa
27.8.11
Terima Kasih Yaa Rabb
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
Berkali-kali ayat ini diulang. Berkali-kali dan diberi penekanan dalam cara membacanya. Seakan Allah ingin menegur hambaNya, menyadarkan hambaNya, dan bertanya pada hambaNya:
Sudah begitu sempurna kau diciptakan, sudah begitu banyak nikmat yang Aku beri, di setiap detik kehidupanmu, di setiap tawa mu, di setiap air mata mu, tapi mengapa engkau masih mengeluh??? Mengapa engkau masih tidak bersyukur??? Mengapa engkau masih menjauhiKu??? Mengapa engkau tidak mendekat padaKu?? Mengapa engkau tidak berdoa padaKu?? Mengapa engkau masih berharap pada selain Aku???
Rabbana…. Maafkan kami.. maafkan kelalaian kami… Astaghfirullah ya Rabb… Jadikan kami hamba yang senantiasa bersyukur akan nikmatMu… Jadikan kami hamba yang senantiasa rindu dan gemar bersujud padaMu… Jadikan kami hamba yang senantiasa berbaik sangka padaMu… Berkahi, tuntun kami di setiap langkah kami… Ya Allah… Rabb semesta alam… Terima kasih atas air mata ini.. Terima kasih atas senyum ini… Terima kasih atas cintaMu… Terima kasih atas segala kemudahan yang Engkau berikan… Terima kasih telah membuatku (kembali) mendekat padaMu… Terima kasih ya Rabb…
Aku tetap berterima kasih, walapun aku tahu… tanpa terima kasih ku pun, kekuasaanMu, kekuatanMu tidak akan berkurang sedikitpun… Ya Allah … kami mohon…. Jangan Kau ambil kenikmatan, kedamaian, ketentraman hati yang kami rasakan ketika mendengar lantunan ayat-ayatMu, ketika kami bersujud kepadaMu, ketika kami mengadahkan tangan, berharap pertolonganMu… Jangan Kau biarkan kami kembali menjauhiMu… Jangan biarkan kami melewatkan setiap detik hidup Kami tanpa mengingatMu… Jangan kau biarkan kami melangkah tanpa tuntunanMu… tanpa petunjukMu… Jangan ya Allah… jangan….. Yakinkan hati kami… bahwa Kau akan memenuhi janjiMu:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah: 5-6)
Jadikan kami hamba yang sabar dalam menanti janjiMu ya Rabb… sabar ya Rabb… sabar…
Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.
Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti akan berubah. Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapapun, hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahu akan selalu berganti, malam demi malam pun datang silih berganti. Meski demikian, yang gaib akan tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifatNya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan. (Aidh Al Qarni)
Ya Allah ya Rabb…
Berikan pada kami sisa umur yang barokah, hidup yang istiqomah, dan akhir hidup yang khusnul khotimah…
“Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah )
19.8.11
Pada Malam
pada malam ruang jarak mu dan ku kian erat
pada malam ruang waktu memimpikanmu teriris temaram
pada malam tak ada lagi bayang yang memisahkan
pada malam ceritera terus terucap seperti pada kisah wewayang
apakah padanya langkahmu ke mari bertambah sebelum suntuk datang menjelang?
--mbak dan--
14.8.11
rindang
dalam rindang aku bicara sejuk
dalam rindang aku bicara gugur
dalam rindang aku bicara sendu
dalam rindang aku bicara rindu
11.8.11
air mata
tapi demi mengalirmu, tak mengapa.
--widyastri
7.8.11
6.8.11
4.8.11
2.8.11
1.8.11
Senja Sisa Gerimis
22.7.11
Wasiat Bagi Yang Galau Dan Terasing
19.7.11
Air Mata #2
Woman
She can deal with stress and carry heavy burdens.
She smiles when she feels like screaming.
She sings when she feels like crying.
She cries when she’s happy, and laughs when she’s afraid.
Her love is unconditional.
There’s only one thing wrong with her..
17.7.11
15.7.11
TGFTH
13.7.11
Don’t give up HOPE, friends..
M. Gandhi.
11.7.11
kita sekarang…
inilah realita yang sangat aku takutkan
dari ikatan mental hingga seperti tak pernah kenal
berniat untuk menyelesaikan novel yang entah kapan selesai
sebaiknya diakhiri dengan bagaimana?
kuncinya ada pada kita kamu
mau berakhir tragis atau happy ending yang membosankan?
memang situasi tak jelas ini langka dan menyiksa
pembaca pasti penasaran sampai gentayangan
akhirnya menjadi hantu seperti aku
mencari kunci yang hilang yang ternyata sudah kamu telan
kamu tenang saja seperti kamu biasanya
tenang dan memperhatikan
mengakulah bahwa kamu memang robot seperti yang kita imajinasikan
terprogram untuk terus mengingat sampai lupa
jujurlah kamu ditakdirkan untuk kaos bergambar favoritku itu
sejak waktu kita belum bertemu dan saling tahu
flashback menjadi rutinitasku
tepatnya, memori de javu di setiap detik hari ku
semua tentang aku yang kamu pedulikan dahulu
ikhlaskanlah
tapi jangan munafik
kuncinya ada pada kita sekarang
percayalah
karena ada eve dalam kata believe
Tuhan pasti tidak suka kita begini.
30.6.11
28.6.11
kau dalam bayang malam
senyummu menabur bintang di pekatnya malam
dan bulan berseru "aku tertawan"
dalam mimpiku gumpalan awan berbentuk hati
selalu saja menaungi
hingga hujan badai selalu saja berujung pelangi
malam ini gelap....
Bintang tertidur lelap diantara awan.
Bulan menutup mata dibalik jubah langit....
Dan udara mengikis pelan disekitar alam....
Aku masih sendiri....
ingin kupeluk tubuhmu di atas tidurku yang terjaga malam ini,
betapa ku ingin menggores setiap liku tubuhmu dengan senyuman
indahnya saat khayalan datang mengetuk,
membawamu dekat disampingku
27.6.11
Izinkan Aku
Izinkan aku tersenyum untuk semua luka, lalu menyimpan air mata di antara gemuruh tawa.
Izinkan aku berpura mengerti akan jawab segala tanya, meski aku memendam gelisah atasnya.
Izinkan aku berkata cinta, walau aku tak pernah tau seperti apa rasa yang kau punya.
Izinkan aku memapahmu untuk bersama belajar tuliskan asmara, dan aku akan membantumu lupakan rasa yang lama.
Izinkan aku sajikan cawan baru berisi cairan cinta, kan kupecahkan cawan yang lama.
Izinkan aku lagi merangkulmu tanpa tanya, sebab aku mencintaimu tak bermasa.
26.6.11
belum cukup
dalam degup jantung, aku tersesat
dalam mimpi yang menyata, aku tersedak
dalam buih bayang yang menggelegak, aku terhimpit
dalam nafas yang terengah, aku tertatih
dalam deras hujan yang menyelimuti, aku terpaku
belum cukupkah itu bagiku, semesta
hingga aku terbungkam dalam rindunya?
25.6.11
Apakah Aku Berubah?
Tanpa sengaja, aku menemukan kalimat-kalimat itu di komentar catatan temanku. Kalimat yang aku tulis untuk menanggapi catatannya.
Tidak percaya dan heran, aku pernah menulisnya. Itukah aku dulu? Dan sekarang, siapa aku? Mengapa aku tak lagi sebijak dan setegar itu? Berubahkah aku?
Mungkin, aku harus lebih banyak belajar dengan diriku yang dulu. Kembali menjadi orang yang lebih baik. Insyaallah..
23.6.11
tersesat
entah dalam ilusi mendung … atau rindu itu sendiri
hinggap pada tepi jendela tempatnya menanti
bersama secangkir panas yang menjelang senyap
dan puisi-puisi yang beranjak dari bibir benak
menabuhkan sepi
bersetubuh mesra memeluk tanah
daun tua yang coklat
ikut terbanglah meninggi
cinta terpendam
perlahan pudar
tanpa kusadar
aku tertawa sendiri
sore itu
aku tersesat
entah darimana
sebuah hati bebaskan aku begitu cepat
11.6.11
Serpihan Rasa
tak ada dusta pada rasa
kisah akan berbalik
ketika asa di titik nadir
cinta sudah dekat
terasa menghangat
meski tak terlihat
hanya beberapa langkah
sebelum ia memeluk
ingin terhanyut dalam sujud
tenggelam dalam pinta dan tanya
mengapa hanya terbaca sepenggal
adakah jawab yang tak usai
memburam bersama kabut yang menggantung
maka, rasa mana lagi yang kau sangkal?
menyangkal rasa adalah siksa
maka kututup sebuah hitungan
dengan menggenapi rasa
kemudian menyapu sisa serpihnya
melempar semua kotornya
dan menerbangkan impiannya
2.6.11
Dua Sajadah
pada satu ruang waktu kini, kubujuk semesta untuk menjodohkan kita. pada satu persimpangan waktu nanti, akan datang masanya sajadah kita bertemu. aku bersabar, hingga tak mampu lagi kueja pintaku karena hanya hati yang dapat melakukannya dalam sunyi di runduknya sujud.
bila engkau adalah sebentuk kebaikan bagiku dan kehidupanku. juga penyempurna keyakinanku terhadap Sang Maha, angin membisikkan rindu di tiap siutnya. meneteskan keyakinan itu pada hangatnya darah, satu demi satu. mencondongkan rasa pada satu ketetapan mutlak. dan kita terberkati dalam satu konspirasi alam.
satu saat nanti, kuterima lamaranmu. sebagai jawab untuk ribuan pertanyaan di ujung sajadahmu.
pada satu pertemuan ruang waktu nanti, dua sajadah kita akan bersanding dalam perhelatan semesta. kugelar sajadahku sedepa di belakang milikmu, menjadi makmum. menadahi sujud kita yang melebur dalam satu pinta, keberkahan surga dunia.
20.5.11
sepotong hati
sepenggal rasa pada satu jeda yang mengkristal.
dan sebait rindu, yang tak bosan kukait melantun lagu pengantar tidur,
pada hitungan waktu yang mana saja,
yang tak pernah mau susah mengintip namamu yang kuselipkan.
19.5.11
kadang kala aku melupakanmu
18.5.11
tirai hujan
17.5.11
15.5.11
kekasih
lakumu tak tampak seperti cinta
ah, seperti apa cinta itu harus tampak?
cinta itu tak berbentuk, tak berbatas
cinta itu hanya mengalir
memenuhi ruang hati
mengikuti sebentuk ketulusan
tertampung dalam cekung rindu
dan saat alir yang meluap itu masih ada
biarkan dia berjalan ke mana pun dia suka
tanpa batas, tanpa duga
cinta itu
hanya ada sebentuk rasa
makna yang tak butuh dieja
14.5.11
keberanian
kalau tidak cepat-cepat diwujudkan, dia akan terlanjur menguap bagai air, meliuk di angkasa seperti angin. lalu jejak yang ditinggalkan menjadi lubang yang menganga. begitu saja. tidak perih. apalagi sampai membuat air mata mengalir. tapi penyesalan pasti tidak akan bosan mengejar, bahkan sampai ke alam mimpi. bahkan kadang lamunan di siang bolong.
13.5.11
menulis tentangmu
Berapa banyak tulisan yang hendak saya buat tentangmu. Atau pertanyaannya sampai kapan saya harus berhenti menulis tentangmu—saya tidak tahu jawabannya. Mungkin saya tidak akan pernah berhenti menulis tentangmu.
Kecuali jika rasa ini berubah. Hati ini punah.
Mencintai orang yang menyebalkan itu menyebalkan. Banyak hal yang membuat kamu mengkompromikan segala sesuatu hanya demi cinta.
12.5.11
kolong
11.5.11
5.5.11
Subuh
putusnya sepasang lelap
berganti menjadi sujud
dari dua hati
berbincang dalam bisu
subuh menjadi penanda
membuka hari baru
dalam tautan dzikir
dari dua bibir
erat saling berpadu
lalu...
di manakah engkau
ketika saksi hadir
pada batas fajar
di manakah engkau
ketika saksi menanti
tertambatnya tali janji
di manakah engkau
ketika saksi mencatat
dua sujud menyatu
30.4.11
Rindu Merekah Kelabu
rindu merekah di langit kelabu, terlihat semu. sebab yang dirindukan tak pernah tau jika ia dirindu.
ah rindu, tetap saja kusemai kau di bawah nada gerimis yang paling merdu. meski kutau kau tak akan penah tau, rindu.
Rindu untukmu, berulang kuucap dalam doaku. Agar tak lagi kau palingkan wajahmu kala rinduku deras menghunjam namamu.
28.4.11
Langkah. Kelabu. Kau, aku.
Suatu malam dulu kala,
tuk kali kesatu kuberanikan diri terjun bebas ke lautan hati,
yang kebetulan milikmu.
Detak langkahmu tak terlupa,
Euphoria tak terencana yang kemudian bertahan berbulan-bulan lebih lama
Warna kita masih kelabu
Masih kelabu dan mungkin kan terus begitu
Masih kelabu tawarkan hanya kini dan masa lalu
Masih kelabu tanpa “masa depan” dalam daftar menu
Masih kelabu, kian menggelap seiring waktu
20.4.11
Melepas Senja dengan Menunggu
aku cari namamu, sambil menangis...
Semesta tanpa kata, hening manusia.
Hanya burung-burung yang menyamar menjadi biduan tengah senja.
Sebentar lagi matahari lari, merelakan bulan menikahi kekasihnya sementara.
Langit masih gagah saja, menanti pasangan malamnya kali ini yang berwujud purnama.
Tidak ada pesan yang dapat aku baca, selain rasa angin.
16.4.11
di simpang empat itu
12.4.11
k a m u
8.4.11
kelana kata
ia bagai angin musim yang mengembara bumi
karena itu
kadang aku terdiam
merayakan perginya yang akan kembali
4.4.11
Turunlah Bintang
Sebentar saja
Ada sedikit rangkaian kata yang pernah kita namakan janji
Menantimu sudah lama meski tanpa suara
Sudah cukup kilau itu, waktunya menyata
Bunyikan lagi langkahmu hiasi pagi yang masih terlalu dini
Buktikan bahwa kita bukan hanya mimpi belaka
Atau, jika ya.
Di angkasa, tempat di mana pengertianku belum juga tiba
Tempat di mana logika kita belum juga berjumpa
1.4.11
Purnama
aku ingin duduk di antara sinarnya melambaikan tangan isyaratkan rindu
yang membisu.
Bulannya indah, berdandan cantik, sinarnya lentik.
aku ingin duduk di lekuknya, menyanyikan sebuah lagu merdu untukmu.
tak apa, biar dunia tahu.
Bulan tak pernah tak purnama,
jika hanya terlihat setengah, sisanya masih ada
cuma dia sedang malu untuk menampakkan muka.
dia pemalu, atau mungkin dia sedang menyembunyikan rindu.
Bulan purnama yang cantik.
Di bawah langit yang sama,
aku harap mataku dan matamu memantulkan benda yang sama, bulan purnama.
Dengan begitu tak ada lagi jarak untuk rindu yang terlalu menggebu.
31.3.11
senja #1
29.3.11
Pulang
Pada pemberhentian itu aku menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Jalan pulang satu-satunya yang aku tahu bukan ke arah hatimu—karena terlalu gelap.
Melainkan ke arah hatiku. Semoga kali ini aku tidak keliru.
27.3.11
rindu lagi
bukan pada "kamu pasti baik-baik saja". tapi pada "aku percaya padamu".
musim kembali mengacak serpihan rindu.
ia bukan lagi kristal, tapi semangkuk air hujan,
yang akan menguap, halangi pandangan hati.
aku rindu padamu. sekali lagi.
setiap malam menjelang habis.
25.3.11
Rinduku Terluka
Merangkak tertatih di bawah tatap bulan.
Malam ini tak hamparkan kasih.
Rinduku tak jua terbaca.
Malam terlihat jumawa.
Tertawakan aku yang dipenjara rasa.
Rindu menguasa dalam relung jiwa.
Nelangsa bersenandung hingga gema.
Rinduku terluka.
23.3.11
anak-anak
21.3.11
Selalu, Aku Rasa…
Selalu, aku rasa,
kita akan bercakap dalam senyap
Dengan bahasa langit yang hanya kita yang tahu
serta menyemai setiap harap yang kerap datang mengendap
lalu meresapinya ke hati dengan getir
Selalu, aku rasa,
kamu tersenyum di sana, ketika aku pun tersenyum di sini
dan kita, dengan bahasa langit yang kita punya itu,
secara bersahaja, menyapa larik-larik kenangan
dan meniti setiap selasar waktu
bersama desir rindu menoreh kalbu
Selalu, aku rasa,
kita tak dapat menafikan
batas yang membentang
dimana jarak membingkainya lalu menjadikannya nyata
serta membuat kita sadar
bahwa pada akhirnya,
dalam pilu kita berkata:
Biarlah, kita menyesap setiap serpihan senyap
dan menikmatinya, tak henti,
hingga lelap
tanpa tatap, tanpa ratap
19.3.11
menggenang
Setelah perjalanan panjang berliku
Yang tak pernah kau sesali
Walau sekali
Pernah kumengerjap manja,
lalu bertanya, “Apakah itu air mata, Ayah?”
Kau tersenyum, dan menjawab,
“Bukan, Sayang. Ini hanya sisa hujan,
yang Tuhan titipkan, semalaman.”
Lama baru kusadari,
kau hanya coba bentangkan pelangi
Di rumah kami
Tahukah engkau, Matahari, bahwa aku mencintaimu?
17.3.11
pikun
15.3.11
Kebahagiaan atau…?
Tapi..., kenapa aku menangis? Meneteskan air mata atas kenyataan yang aku terima ini.
Adakah yang salah dengan diriku, dengan perasaanku?
Ternyata, aku masih ingin kamu. Masih. Dan kenyataan ini membuatku harus kehilangan kamu. Harus melepasmu. Harus menutup semua khayal indah bersamamu selamanya. Karena aku tidak mungkin lagi bisa...








