23.12.11

Tak Ingin Jatuh Cinta


Kalo boleh, aku tak ingin jatuh cinta. Jatuh itu sakit, boleh dibuat melayang saja karenanya? Rasa-rasanya tidur di awan menyenangkan. Lalu, ketika aku melayang, aku akan terbang. Aku akan melewati hutan awan, dan tak akan lagi berharap pada bintang jatuh. Biar kukunjungi ia sendiri dan kugigiti ribuan bintang hingga kenyang. Aku akan berkata pada bintang “Hayo, kugigit atau mau mendengar dan kabulkan permintaanku?” dan aku tertawa riang, turun perlahan dengan prosotan pelangi. Mampir ke awan untuk tidur.

Kukeluarkan rinduku, kusisipkan pada petir, dan petir merobek awan dan turunlah rinduku menjadi hujan. Merendam kaki langit. Jadi ketika aku jatuh, aku tidak menyentuh tanah. Aku akan tercebur dulu, baru tenggelam. Rasa rasanya, sakitnya lebih manusiawi.

Tanah, bukannya aku benci. Tapi jatuh padamu. Lebamnya sulit menghilang hingga kini. Biarlah aku membiru, dalam genangan hujan rindu yang menenggelamkan rasaku.

__Rahne

15.12.11

Bisakah Kau Jelaskan

bisakah kau katakan kepadaku dengan segera apa yang lebih kejam dari sekumpulan kenangan? seperti pisau yang dihantamkan bertubi-tubi ke kepala atau sehamparan daun kering yang jatuh sebelum waktunya. seperti menatap bayangmu tiba-tiba menjauh dan lekas hilang di tikungan.

sementara kumparan pita kaset tua tempat kita merekam ingatan belum lagi sempat kugulung rapi, kau sambil tersenyum meletakkan dua batang korek api di atas tanganku yang terbuka dan berdarah. bisa kau jelaskan harus dengan apa kurapikan halaman kita? membakarnya atau membingkai ia dalam pigura pelangi bercahaya?

apa yang lebih kejam dari sekumpulan kenangan ketika kau mengirim kata 'mundur' dan 'menyerah' dari jarak yang begitu jauh. bisakah kau jelaskan sambil menggenggam tanganku yang mulai rapuh?



__benz

8.12.11

Bukankah Kau Berkata

Bukankah saat itu kau dan aku saling menyapukan warna dan menuliskan fakta bahwa kita jatuh cinta? Tapi ternyata kau hanya menyusun daftar isi dan bab terakhir, sementara aku terpaksa merangkak menata halaman demi halaman yang menolak dibaca kembali.
Aku inginkan pembatas buku, katamu. Lalu kau menyisipkan pisau tepat di bagian cerita yang ingin aku baca. Paragraf yang ingin kau lupakan. Kemudian aku berharap bisa mengenangmu seperti butiran permen berwarna cerah yang kau beri dahulu sebelum kau membunuhku tanpa sebuah peringatan.
Bukankah ketika itu kau berkata akan memberiku kesempatan?



--Benz

4.12.11

Aku Mengingat Engkau

Aku mengingat engkau, selalu, mengingatmu seperti alun rumput menari mengantar luka pergi ke tempat yang jauh.
Aku mengingat engkau, selalu, mengingatmu seperti sepi langit malam dan jalan yang basah oleh kenangan.

21.11.11

Bait yang Hanyut

kuharap, ada satu bait yang hanyut pada kolammu. huruf-huruf yang menyelam. tanda baca yang sibuk menyelamatkan diri. dan embun yang menetes, membuat lingkaran mimpi semakin besar. lalu kamu merenungi hari saat kita berjumpa.

15.11.11

Rindu #5

Kita, sepasang yang ditelanjangi rindu. Sedangkan waktu, hanyalah baju.
Pikiran ada tempatnya sendiri, dari pikiran itu bisa mengubah surga menjadi neraka atau neraka menjadi surga.

Tiga

Pernahkah terlintas pertanyaan di kepalamu,
"mengapa saat pertama kali kita belajar berhitung, bunda sering sekali menyebutkan satu, dua, tiga..."
atau...
"mengapa pada saat lomba lari, petugas memberikan aba-aba dengan berhitung satu, dua, tiga! atau sesekali mengganti tiga! dengan letusan pistol atau balon udara..."  ...pernahkan terlintas di benakmu, mengapa? 

.
Jika memang ada legenda tentang angka tiga, aku ingin sekali mendengarkan ceritanya.

13.11.11

11.11.11

Rindu #4

Duduk diam, tanpa cahaya, tanpa suara. Pertanyakan rindu, mengapa ia selalu ledakkan kepalaku.

Aku Mencintai dengan Caraku Sendiri

Ini cintaku...
Jangan tanya seperti apa aku mencintai.
Bukan seperti matahari yang selalu setia pada bumi.
Tidak seperti bunga pada kumbang.
Atau ombak yang tak pernah tidur demi lautnya.
Aku tak akan pernah bisa membandingkan perasaan cintaku.
Karena aku mencintai bukan ingin menjadi ini dan bukan menjadi itu.
Aku mencintai dengan caraku sendiri, bukan dengan seperti ini, atau pun selayaknya itu.
Aku mencintai dari sini, dari hatiku.
Berharap cara itu mengalahkan semua legenda tentang cinta yang pernah ada.
Lebih dari Romeo dan Juliet, Shah Jahan dan Arjumand Bann Begum atau Qais dan Laila.
Atau mungkin, justru lebih sederhana dari itu semua.
Karena aku berharap kisah cinta yang berakhir bahagia, bukan tragis.
Berharap sebuah hati segera datang dan meminang hatiku.
Itu saja!

9.11.11

Tuhan yang baik, ajari aku mencintainya dengan cara-cara yang baik.

5.11.11

Angin mungkin tak sadar, hembusannya justru mengajarkan pohon, cara bertahan.

26.10.11

Jatuh Cinta Diam-diam


Apakah kau pernah jatuh cinta diam-diam?
Menyukai seseorang tanpa suara. Menatap dari kejauhan. Atau berusaha keras menyembunyikan debar agar tak terdengar?

Diam-diam. Dan parahnya, kau seperti, seolah, merasa, dia juga terlihat menyukaimu. Kau bahkan tak tahu, apakah itu nyata atau semu. Yang kau tahu, kau menyukainya.

Kau jatuh cinta sendirian.
Dan itu sudah cukup membuat harimu menjadi merah jambu.

*** 
I think that’s possibly maybe am falling for you.

Jatuh cinta itu sesuatu yang tiba-tiba. Tak perlu rencana. Aku menduga, orang yang berpikir ketika jatuh cinta, sebenarnya bukan jatuh cinta. Ia justru sedang berusaha jatuh cinta, menemukan alasan untuk menyukai. Dan beranggapan, alasannya cukup masuk akal.Something that makes you think, well it’s worth falling in love with them.

Then, I thought, you were not falling. 

Kau tidak pernah merencanakan untuk jatuh. Kau juga tak akan bermimpi terpeleset kulit pisang di tengah jalan lalu terjatuh. Semuanya terjadi begitu saja. Begitulah jatuh cinta. seperti terpeleset. Tanpa alasan. Tanpa kau tahu mengapa. Ia mengintai menunggu saat yang tepat dan mungkin saat logikamu lengah. Mendadak kau sadar, ya, kau telah jatuh cinta ketika matamu berkedip.



Orang yang jatuh cinta diam-diam, seperti kata Raditya Dika dalam Marmut Merah Jambu (MMJ), harus bisa melanjutkan kehidupannya dalam keheningan.


Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam, hanya bisa mendoakan, kata Raditya Dika. Aku mungkin harus bersepakat dengan Raditya Dika kali ini. ‘Orang yang jatuh cinta diam-diam, pada akhirnya menerima.’

Menerima bahwa semuanya memang baik seperti ini. Bahwa kenyataan kadang tak sesuai yang ada dalam angan.



Pada akhirnya, jatuh cinta bisa memunculkan keragu-raguan dalam diri setiap manusia, menebak-nebak dalamnya hati seseorang. Dan berharap, ada kita di sana. Pada kenyataanya, kita bisa jadi sedang jatuh cinta sendirian.

24.10.11

“Orang hebat adalah orang yang mampu membuat banyak orang menjadi hebat
Allah akan memberi dua kebahagiaan setelah sebuah kesedihan

14.10.11

Waktu


“Waktu adalah di antara ciptaan Allah yang paling keren. Dari waktu kita bisa belajar tentang ketepatan, konsistensi, keteguhan dan presisi.”
— Banu Muhammad

Senja #2

Senja gerimis, meriak kabut tipis, di hati miris. Ada segumpal hati kian tak mengerti akan tangisan malam kala hati terpaut karena sayang dan cinta.

Rindu #3

Selain hujan, mungkin hanya ciuman yang mampu menggenangkan rindu. Bahkan rindu mampu menyempurnakan percakapan kita, yang kadang tak bisa diakhiri dengan ciuman.

5.10.11

2.10.11

Masalah

Semuanya pasti akan berlalu, sesulit apapun Masalah pasti akan terlewati. Hanya Saja Sekarang Bagaimana Mengatasi rasa Takut dan berusaha untuk Melakukan yang terbaik.

8.9.11

Takut Kehilangan

Hal tergila di dalam jatuh cinta akan terpancar lebih jelas saat kita mengetahui bahwa ternyata bukan hanya kita yang jatuh cinta padanya. Orang biasa menyebutnya sebagai rasa takut akan kehilangan. Oleh karena ada rasa itu, kita jadi ingin lebih erat memeluknya, ingin lebih sering menjumpainya, ingin selalu ada di sampingnya, ingin selalu menyenangkannya, melakukan apa saja yang ia suka. Dan yang paling menggelikan, kita ingin selalu memastikan bahwa ia tetap merindukan kita.

1.9.11

Sepotong Roti Penebus Dosa


Abu Burdah bin Musa Al-Asy’ari meriwayatkan, bahwa ketika menjelang wafatnya Abu Musa pernah berkata kepada puteranya: “Wahai anakku, ingatlah kamu akan cerita tentang seseorang yang mempunyai sepotong roti.”
Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.
Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendita yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.
Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: “Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku.” Orang yang membagikan roti itu menjawab: “Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti.” Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.
Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: “Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!”

27.8.11

Terima Kasih Yaa Rabb

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”

Berkali-kali ayat ini diulang. Berkali-kali dan diberi penekanan dalam cara membacanya. Seakan Allah ingin menegur hambaNya, menyadarkan hambaNya, dan bertanya pada hambaNya:

Sudah begitu sempurna kau diciptakan, sudah begitu banyak nikmat yang Aku beri, di setiap detik kehidupanmu, di setiap tawa mu, di setiap air mata mu, tapi mengapa engkau masih mengeluh??? Mengapa engkau masih tidak bersyukur??? Mengapa engkau masih menjauhiKu??? Mengapa engkau tidak mendekat padaKu?? Mengapa engkau tidak berdoa padaKu?? Mengapa engkau masih berharap pada selain Aku???

Rabbana…. Maafkan kami.. maafkan kelalaian kami… Astaghfirullah ya Rabb… Jadikan kami hamba yang senantiasa bersyukur akan nikmatMu… Jadikan kami hamba yang senantiasa rindu dan gemar bersujud padaMu… Jadikan kami hamba yang senantiasa berbaik sangka padaMu… Berkahi, tuntun kami di setiap langkah kami… Ya Allah… Rabb semesta alam… Terima kasih atas air mata ini.. Terima kasih atas senyum ini… Terima kasih atas cintaMu… Terima kasih atas segala kemudahan yang Engkau berikan… Terima kasih telah membuatku (kembali) mendekat padaMu… Terima kasih ya Rabb…

Aku tetap berterima kasih, walapun aku tahu… tanpa terima kasih ku pun, kekuasaanMu, kekuatanMu tidak akan berkurang sedikitpun… Ya Allah … kami mohon…. Jangan Kau ambil kenikmatan, kedamaian, ketentraman hati yang kami rasakan ketika mendengar lantunan ayat-ayatMu, ketika kami bersujud kepadaMu, ketika kami mengadahkan tangan, berharap pertolonganMu… Jangan Kau biarkan kami kembali menjauhiMu… Jangan biarkan kami melewatkan setiap detik hidup Kami tanpa mengingatMu… Jangan kau biarkan kami melangkah tanpa tuntunanMu… tanpa petunjukMu… Jangan ya Allah… jangan….. Yakinkan hati kami… bahwa Kau akan memenuhi janjiMu:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah: 5-6)

Jadikan kami hamba yang sabar dalam menanti janjiMu ya Rabb… sabar ya Rabb… sabar…

Setiap tangisan akan berujung dengan senyuman, ketakutan akan berakhir dengan rasa aman, dan kegelisahan akan sirna oleh kedamaian.

Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti akan berubah. Dan sebaik-baik ibadah adalah menanti kemudahan dengan sabar. Betapapun, hari demi hari akan terus bergulir, tahun demi tahu akan selalu berganti, malam demi malam pun datang silih berganti. Meski demikian, yang gaib akan tetap tersembunyi, dan Sang Maha Bijaksana tetap pada keadaan dan segala sifatNya. Dan Allah mungkin akan menciptakan sesuatu yang baru setelah itu semua. Tetapi sesungguhnya, setelah kesulitan itu tetap akan muncul kemudahan. (Aidh Al Qarni)

Ya Allah ya Rabb…

Berikan pada kami sisa umur yang barokah, hidup yang istiqomah, dan akhir hidup yang khusnul khotimah…

“Barangsiapa membiasakan diri untuk beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dari setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan, dan akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah )

19.8.11

Pada Malam

pada malam rengkuh lengan hampir menyentuh relungmu
pada malam ruang jarak mu dan ku kian erat
pada malam ruang waktu memimpikanmu teriris temaram
pada malam tak ada lagi bayang yang memisahkan
pada malam ceritera terus terucap seperti pada kisah wewayang

apakah padanya langkahmu ke mari bertambah sebelum suntuk datang menjelang?


--mbak dan-- 

14.8.11

rindang


dalam rindang aku bicara sejuk
dalam rindang aku bicara gugur
dalam rindang aku bicara sendu
dalam rindang aku bicara rindu

11.8.11

air mata

sakit sungguh kedua jendela hati ini,
tapi demi mengalirmu, tak mengapa.

karena di sini ada telaga tak berbatas,
tak kan pernah habis, kapanpun ada rasa perih yang sampai lewat kabar.

karena telaga ini tak terselami,
juga tak kan surut ia oleh luka-luka yang pura-pura menganga.

--widyastri

7.8.11

Rindu #2

Aku semestinya tidur, tapi rindu menggedor-gedor pintu mata tak tahu malu.

ketuk


barangkali memang tidak semua hati memiliki pintu.

maka mengetuknya berkali-kali hanya akan menjadi pekerjaan sia-sia.


gambar dari sini

4.8.11

Rindu #1

ketika kata rindu berbisik
ketika hati rindu haus menjalin bait
apa yang akan kauketik?

2.8.11

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.
Abu Bakar

1.8.11

Senja Sisa Gerimis

Itu aku. Menetes dari celah langit. Berbisik lewat rintik. Segera terjatuh dan terpecah. Melalui deras dan gerimis. Menerjangmu dengan ingatan. Saat hujan turun lalu kita berdansa. Tanpa payung pelangi. Tanpa alas kaki dan matahari. Menanti tiga lampu berubah warna. Saat temaram jalan mulai hidup, sesaat sebelum senja berakhir. Sayang, Senja menyapamu melalui sisa gerimis.

22.7.11

Wasiat Bagi Yang Galau Dan Terasing

Ibnu Mas’ud RA pernah didatangi oleh jamaahnya selepas taklim. “Tempat mana yang harus aku datangi saat aku mendapati keadaanku galau dan terasing?” seru jamaah.
“Datangilah tempat yang Al-Quran sering dibacakan. Kamu duduk dan simak bacaannya. Niscaya kamu akan dapati ketenangan. Lalu, datangi tempat-tempat yang kamu diajak untuk mengingat dan menyebut Allah dan akan bertambah ilmumu. Terakhir, datangi alas sajadahmu di keheningan malam dan mengadulah kepada Rabb Pengatur hidupmu.”

19.7.11

Air Mata #2

Saat hati dan kepala berpesta. Akan ada yang jatuh melesat melewati pipi memberi kabar bumi. Namanya air mata bahagia.

Woman


A woman has great strengths.
She can deal with stress and carry heavy burdens.
She smiles when she feels like screaming.
She sings when she feels like crying.
She cries when she’s happy, and laughs when she’s afraid.
Her love is unconditional.
There’s only one thing wrong with her..
..She forgets what she’s worth!
Maybe it's not always about trying to fix something broken. Maybe it's about starting over and creating something better.

17.7.11

"This is why you should never, ever get your hopes up. This is why you should see the glass as half empty. So when the whole thing spills, you aren’t as devastated."
— Emily Giffin

15.7.11

TGFTH

i don’t know what and i don’t know why. i just wanna say, “TGFTH. Thank God for This Happiness”. welcome back, happiness :)

13.7.11

Don’t give up HOPE, friends..

"First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win."
M. Gandhi.

11.7.11

kita sekarang…

inilah realita yang sangat aku takutkan

dari ikatan mental hingga seperti tak pernah kenal

berniat untuk menyelesaikan novel yang entah kapan selesai

sebaiknya diakhiri dengan bagaimana?

kuncinya ada pada kita kamu

mau berakhir tragis atau happy ending yang membosankan?

memang situasi tak jelas ini langka dan menyiksa

pembaca pasti penasaran sampai gentayangan

akhirnya menjadi hantu seperti aku

mencari kunci yang hilang yang ternyata sudah kamu telan

kamu tenang saja seperti kamu biasanya

tenang dan memperhatikan

mengakulah bahwa kamu memang robot seperti yang kita imajinasikan

terprogram untuk terus mengingat sampai lupa

jujurlah kamu ditakdirkan untuk kaos bergambar favoritku itu

sejak waktu kita belum bertemu dan saling tahu

flashback menjadi rutinitasku

tepatnya, memori de javu di setiap detik hari ku

semua tentang aku yang kamu pedulikan dahulu

ikhlaskanlah

tapi jangan munafik

kuncinya ada pada kita sekarang

percayalah

karena ada eve dalam kata believe

Tuhan pasti tidak suka kita begini.

30.6.11

28.6.11

kau dalam bayang malam

aku masih terus membayangkan

senyummu menabur bintang di pekatnya malam

dan bulan berseru "aku tertawan"

dalam mimpiku gumpalan awan berbentuk hati

selalu saja menaungi

hingga hujan badai selalu saja berujung pelangi

malam ini gelap....

Bintang tertidur lelap diantara awan.

Bulan menutup mata dibalik jubah langit....

Dan udara mengikis pelan disekitar alam....

Aku masih sendiri....

ingin kupeluk tubuhmu di atas tidurku yang terjaga malam ini,

betapa ku ingin menggores setiap liku tubuhmu dengan senyuman

indahnya saat khayalan datang mengetuk,

membawamu dekat disampingku

27.6.11

Izinkan Aku


Izinkan aku tersenyum untuk semua luka, lalu menyimpan air mata di antara gemuruh tawa.

Izinkan aku berpura mengerti akan jawab segala tanya, meski aku memendam gelisah atasnya.

Izinkan aku berkata cinta, walau aku tak pernah tau seperti apa rasa yang kau punya.

Izinkan aku memapahmu untuk bersama belajar tuliskan asmara, dan aku akan membantumu lupakan rasa yang lama.

Izinkan aku sajikan cawan baru berisi cairan cinta, kan kupecahkan cawan yang lama.

Izinkan aku lagi merangkulmu tanpa tanya, sebab aku mencintaimu tak bermasa.

26.6.11

belum cukup


dalam degup jantung, aku tersesat

dalam mimpi yang menyata, aku tersedak

dalam buih bayang yang menggelegak, aku terhimpit

dalam nafas yang terengah, aku tertatih

dalam deras hujan yang menyelimuti, aku terpaku

belum cukupkah itu bagiku, semesta

hingga aku terbungkam dalam rindunya?

25.6.11

Apakah Aku Berubah?

"Tidak ada kecewa bila kita mau menikmati dan mensyukuri segala hal. Bukankah sakit pun nikmat, karena setiap rasa sakit yang kita alami menggugurkan dosa kita."
Tanpa sengaja, aku menemukan kalimat-kalimat itu di komentar catatan temanku. Kalimat yang aku tulis untuk menanggapi catatannya.
Tidak percaya dan heran, aku pernah menulisnya. Itukah aku dulu? Dan sekarang, siapa aku? Mengapa aku tak lagi sebijak dan setegar itu? Berubahkah aku?
Mungkin, aku harus lebih banyak belajar dengan diriku yang dulu. Kembali menjadi orang yang lebih baik. Insyaallah..

23.6.11

tersesat

nampaknya telah tersesat, aku

entah dalam ilusi mendung … atau rindu itu sendiri

hinggap pada tepi jendela tempatnya menanti

bersama secangkir panas yang menjelang senyap

dan puisi-puisi yang beranjak dari bibir benak

menabuhkan sepi



Menetes basah air mataku jatuh ke bawah

bersetubuh mesra memeluk tanah

daun tua yang coklat

ikut terbanglah meninggi

cinta terpendam

perlahan pudar

tanpa kusadar

aku tertawa sendiri
sore itu

aku tersesat

entah darimana

sebuah hati bebaskan aku begitu cepat

11.6.11

Serpihan Rasa


tak ada dusta pada rasa

kisah akan berbalik

ketika asa di titik nadir

cinta sudah dekat

terasa menghangat

meski tak terlihat

hanya beberapa langkah

sebelum ia memeluk

ingin terhanyut dalam sujud

tenggelam dalam pinta dan tanya

mengapa hanya terbaca sepenggal

adakah jawab yang tak usai

memburam bersama kabut yang menggantung

maka, rasa mana lagi yang kau sangkal?

menyangkal rasa adalah siksa

maka kututup sebuah hitungan

dengan menggenapi rasa

kemudian menyapu sisa serpihnya

melempar semua kotornya

dan menerbangkan impiannya

2.6.11

Dua Sajadah

pada selembar sajadah yang tenunannya mulai melapuk, meruah semua harap juga tetes yang merintik karena luap rasa. tereja bersama jutaan titik haru yang paling tenggelam. pada selembar sajadah yang ujungnya mulai terburai, terekam namamu, untuk kupinta menjadi imam.
pada satu ruang waktu kini, kubujuk semesta untuk menjodohkan kita. pada satu persimpangan waktu nanti, akan datang masanya sajadah kita bertemu. aku bersabar, hingga tak mampu lagi kueja pintaku karena hanya hati yang dapat melakukannya dalam sunyi di runduknya sujud.
bila engkau adalah sebentuk kebaikan bagiku dan kehidupanku. juga penyempurna keyakinanku terhadap Sang Maha, angin membisikkan rindu di tiap siutnya. meneteskan keyakinan itu pada hangatnya darah, satu demi satu. mencondongkan rasa pada satu ketetapan mutlak. dan kita terberkati dalam satu konspirasi alam.
satu saat nanti, kuterima lamaranmu. sebagai jawab untuk ribuan pertanyaan di ujung sajadahmu.
pada satu pertemuan ruang waktu nanti, dua sajadah kita akan bersanding dalam perhelatan semesta. kugelar sajadahku sedepa di belakang milikmu, menjadi makmum. menadahi sujud kita yang melebur dalam satu pinta, keberkahan surga dunia.

20.5.11

antara


imaji seribu satu mimpi.
bayang seribu satu nyata.
dan aku berdiri di antara.

sepotong hati

kutinggalkan sepotong hati pada hari lalu,
sepenggal rasa pada satu jeda yang mengkristal.
dan sebait rindu, yang tak bosan kukait melantun lagu pengantar tidur,
pada hitungan waktu yang mana saja,
yang tak pernah mau susah mengintip namamu yang kuselipkan.

19.5.11

kadang kala aku melupakanmu


kadang kala aku melupakanmu. biar kutahu, wajah yang terus membayang terlempar dari ruang bawah sadar. ternyata kau pun begitu. terkadang aku menghapus jejakmu dalam benakku. biar kutahu seberapa sulit bekas tapaknya menghilang. inginku menahanmu dalam ruang masa relungku. tapi ternyata kau lembam mendekam walau kulepas genggamku.

18.5.11

tirai hujan


Jika damai sedang berada di tempatmu sekarang ini, tolong hargai dan jagalah ia. Jangan sia-siakan ia karena masih banyak yang sangat membutuhkannya, dan mereka itu adalah saudara-saudaramu sendiri.

17.5.11

hidup itu tak pernah benar-benar benderang seperti siang atau bahkan hidup itu tak pernah benar-benar gulita seperti malam. hidup itu ternyata cuma senja. senja tak punya warna yang jelas. senja datangnya cuma sesaat.

15.5.11

kekasih

kekasih,
lakumu tak tampak seperti cinta
ah, seperti apa cinta itu harus tampak?
cinta itu tak berbentuk, tak berbatas
cinta itu hanya mengalir
memenuhi ruang hati
mengikuti sebentuk ketulusan
tertampung dalam cekung rindu
dan saat alir yang meluap itu masih ada
biarkan dia berjalan ke mana pun dia suka
tanpa batas, tanpa duga
cinta itu
hanya ada sebentuk rasa
makna yang tak butuh dieja

14.5.11

keberanian

keberanian itu punya kadaluarsa (mungkin)
kalau tidak cepat-cepat diwujudkan, dia akan terlanjur menguap bagai air, meliuk di angkasa seperti angin. lalu jejak yang ditinggalkan menjadi lubang yang menganga. begitu saja. tidak perih. apalagi sampai membuat air mata mengalir. tapi penyesalan pasti tidak akan bosan mengejar, bahkan sampai ke alam mimpi. bahkan kadang lamunan di siang bolong.

13.5.11

menulis tentangmu

Berapa banyak tulisan yang hendak saya buat tentangmu. Atau pertanyaannya sampai kapan saya harus berhenti menulis tentangmu—saya tidak tahu jawabannya. Mungkin saya tidak akan pernah berhenti menulis tentangmu.
Kecuali jika rasa ini berubah. Hati ini punah.
Mencintai orang yang menyebalkan itu menyebalkan. Banyak hal yang membuat kamu mengkompromikan segala sesuatu hanya demi cinta.

12.5.11

kolong

Dulu, aku menghabiskan waktu di kolong selama berjam-jam. Kalau sudah begitu, aku bisa ketiduran di sana. Satu hal yang akhirnya kusadari setelah bertahun-tahun kemudian, adalah ketika masuk ke kolong itu sebenarnya aku seperti bersembunyi—bersembunyi dari apa? hanya aku, si anak kecil itu yang tahu.

11.5.11

air mata

berperahu air mata,
sebulir luka
mengarungi puisi di pipimu:
lalu jatuh,
sebagai
duka yang kekal

5.5.11

Subuh

subuh menjadi saksi
putusnya sepasang lelap
berganti menjadi sujud
dari dua hati
berbincang dalam bisu
subuh menjadi penanda
membuka hari baru
dalam tautan dzikir
dari dua bibir
erat saling berpadu
lalu...
di manakah engkau
ketika saksi hadir
pada batas fajar
di manakah engkau
ketika saksi menanti
tertambatnya tali janji
di manakah engkau
ketika saksi mencatat
dua sujud menyatu

30.4.11

Rindu Merekah Kelabu

Sendu. Kelabu. Rindu kamu.
rindu merekah di langit kelabu, terlihat semu. sebab yang dirindukan tak pernah tau jika ia dirindu.
ah rindu, tetap saja kusemai kau di bawah nada gerimis yang paling merdu. meski kutau kau tak akan penah tau, rindu.
Rindu untukmu, berulang kuucap dalam doaku. Agar tak lagi kau palingkan wajahmu kala rinduku deras menghunjam namamu.

28.4.11

Langkah. Kelabu. Kau, aku.


Suatu malam dulu kala,
tuk kali kesatu kuberanikan diri terjun bebas ke lautan hati,
yang kebetulan milikmu.
Detak langkahmu tak terlupa,
Euphoria tak terencana yang kemudian bertahan berbulan-bulan lebih lama
Warna kita masih kelabu
Masih kelabu dan mungkin kan terus begitu
Masih kelabu tawarkan hanya kini dan masa lalu
Masih kelabu tanpa “masa depan” dalam daftar menu
Masih kelabu, kian menggelap seiring waktu

20.4.11

Melepas Senja dengan Menunggu


Di khatulistiwa biru yang hampir tak lagi menjadi garis,
aku cari namamu, sambil menangis...
Semesta tanpa kata, hening manusia.
Hanya burung-burung yang menyamar menjadi biduan tengah senja.
Sebentar lagi matahari lari, merelakan bulan menikahi kekasihnya sementara.
Langit masih gagah saja, menanti pasangan malamnya kali ini yang berwujud purnama.
Tidak ada pesan yang dapat aku baca, selain rasa angin.

16.4.11

di simpang empat itu


kemarin, sebelum magrib, di simpang empat itu aku melihat sepasang kekasih melintas, lewat tanpa beban. berengkuhan. keduanya masih remaja, barangkali anak orang kaya, atau anak pejabat.

12.4.11

k a m u

aku sering mempertanyakanmu. menuliskanmu, membisikan namamu, memikirkanmu, meyakinimu lalu mempertanyakanmu. sepertinya menyayangimu dan tidak pernah bisa betul-betul memahamimu. bahkan mempertanyakan kesadisanmu yang membuat segalanya tampak mudah padahal tidak, membuatku merasa bersalah hanya untuk nafas-nafasku yang menyesak. padahal bukankah bahkan nafasku adalah, katanya, untukmu dan karenamu.

8.4.11

kelana kata

kata, tak selalu mencumbu kita setiap hari
ia bagai angin musim yang mengembara bumi
karena itu
kadang aku terdiam
merayakan perginya yang akan kembali

4.4.11

Turunlah Bintang



Sebentar saja
Ada sedikit rangkaian kata yang pernah kita namakan janji
Menantimu sudah lama meski tanpa suara
Sudah cukup kilau itu, waktunya menyata
Bunyikan lagi langkahmu hiasi pagi yang masih terlalu dini
Buktikan bahwa kita bukan hanya mimpi belaka
Atau, jika ya.
Diamlah di sana.
Di angkasa, tempat di mana pengertianku belum juga tiba
Tempat di mana logika kita belum juga berjumpa

1.4.11

Purnama

Bulannya megah, bercahaya seolah melimpah ruah,

aku ingin duduk di antara sinarnya melambaikan tangan isyaratkan rindu

yang membisu.

Bulannya indah, berdandan cantik, sinarnya lentik.

aku ingin duduk di lekuknya, menyanyikan sebuah lagu merdu untukmu.

tak apa, biar dunia tahu.

Bulan tak pernah tak purnama,

jika hanya terlihat setengah, sisanya masih ada

cuma dia sedang malu untuk menampakkan muka.

dia pemalu, atau mungkin dia sedang menyembunyikan rindu.

Bulan purnama yang cantik.

Di bawah langit yang sama,

aku harap mataku dan matamu memantulkan benda yang sama, bulan purnama.

Dengan begitu tak ada lagi jarak untuk rindu yang terlalu menggebu.

31.3.11

senja #1

Senja di balik kaca, bayangmu membayang di sana. Bersama senyummu yang mempesona. Ah, senja. Kau dan dia selalu buatku jatuh cinta.

29.3.11

Pulang

Menghapus perjalanan—menghapus tentangmu. Lalu menulis ulang setiap hal baru—memulai lagi dari nol. Memulai lagi dari titik paling rendah.
Pada pemberhentian itu aku menarik nafas dalam-dalam, memejamkan mata lalu menghembuskannya perlahan-lahan. Jalan pulang satu-satunya yang aku tahu bukan ke arah hatimu—karena terlalu gelap.
Melainkan ke arah hatiku. Semoga kali ini aku tidak keliru.

27.3.11

rindu lagi

aku rindu padamu. sekali lagi.
bukan pada "kamu pasti baik-baik saja". tapi pada "aku percaya padamu".
musim kembali mengacak serpihan rindu.
ia bukan lagi kristal, tapi semangkuk air hujan,
yang akan menguap, halangi pandangan hati.
aku rindu padamu. sekali lagi.
setiap malam menjelang habis.

25.3.11

Rinduku Terluka

Pada bintang malam aku menunduk.
Merangkak tertatih di bawah tatap bulan.
Malam ini tak hamparkan kasih.
Rinduku tak jua terbaca.
Malam terlihat jumawa.
Tertawakan aku yang dipenjara rasa.
Rindu menguasa dalam relung jiwa.
Nelangsa bersenandung hingga gema.
Rinduku terluka.

23.3.11

anak-anak

Kangen rasanya jadi anak-anak lagi. Makhluk kecil yang tidak kenal rasa takut. Karena tidak tahu dan tidak berharap yang muluk-muluk. Sampai suatu hari anak kecil itu dihadapkan dengan sesuatu yang dia rasakan jauh lebih besar dari dirinya. Maka dia akan berlari mencari seseorang, mencari terang, mencari apapun yang bisa dia temukan sehingga dia tidak lagi hanya seorang.

21.3.11

Selalu, Aku Rasa…


Selalu, aku rasa,

kita akan bercakap dalam senyap

Dengan bahasa langit yang hanya kita yang tahu

serta menyemai setiap harap yang kerap datang mengendap

lalu meresapinya ke hati dengan getir

Selalu, aku rasa,

kamu tersenyum di sana, ketika aku pun tersenyum di sini

dan kita, dengan bahasa langit yang kita punya itu,

secara bersahaja, menyapa larik-larik kenangan

dan meniti setiap selasar waktu

bersama desir rindu menoreh kalbu

Selalu, aku rasa,

kita tak dapat menafikan

batas yang membentang

dimana jarak membingkainya lalu menjadikannya nyata

serta membuat kita sadar

bahwa pada akhirnya,

dalam pilu kita berkata:

Biarlah, kita menyesap setiap serpihan senyap

dan menikmatinya, tak henti,

hingga lelap

tanpa tatap, tanpa ratap

19.3.11

menggenang

Ada air mata, menggenang di saku kemejamu
Setelah perjalanan panjang berliku
Yang tak pernah kau sesali
Walau sekali
Pernah kumengerjap manja,
lalu bertanya, “Apakah itu air mata, Ayah?”
Kau tersenyum, dan menjawab,
“Bukan, Sayang. Ini hanya sisa hujan,
yang Tuhan titipkan, semalaman.”
Lama baru kusadari,
kau hanya coba bentangkan pelangi
Di rumah kami
Tahukah engkau, Matahari, bahwa aku mencintaimu?

17.3.11

pikun


Pernahkah kamu kepingin pikun. Hanya ingin melupakan saja. Seakan-akan kamu ingin menghilangkan sesuatu dengan sengaja, segera. Seperti ingin menghapus kenangan baik itu pahit maupun manis.

15.3.11

Kebahagiaan atau…?

Ini kebahagiaan. Berulang kali aku meyakinkan hatiku bahwa ini adalah sebuah kebahagiaan yang harusnya aku sikapi dengan tersenyum.
Tapi..., kenapa aku menangis? Meneteskan air mata atas kenyataan yang aku terima ini.
Adakah yang salah dengan diriku, dengan perasaanku?
Ternyata, aku masih ingin kamu. Masih. Dan kenyataan ini membuatku harus kehilangan kamu. Harus melepasmu. Harus menutup semua khayal indah bersamamu selamanya. Karena aku tidak mungkin lagi bisa...