30.6.15

Perbatasan Cinta


lelah kucari
sampai diri terdiam sepi
hanya mencari perbatasan hati
tuk meratapi semua kekeliruan ini

dimana ada cinta terpasung sunyi
berharap diri kembali bersari
bersama dikau pujaan hati
sampai rindu ini mekar kembali

29.6.15

Tidak Pakai Saos


Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku lebih suka segala sesuatu dibiarkan apa adanya. Pikiran ini melintas ketika orang di sebelahku menambahkan banyak kecap dan sambal di mangkok baksonya, sementara aku tidak menambahkan apa-apa di piring siomayku.

Mungkin begitulah caraku juga memandang dan menjalani kehidupan ini. Aku lebih suka menjalani sesuatu sebagaimana adanya.

Mungkin karena aku bukan orang yang terlalu ambisius, aku kurang suka mengambil risiko, atau mungkin juga karena aku mudah bersyukur? Nggak taulah, yang pasti aku menikmati setiap potongan siomay ini sampai habis walau tanpa tambahan apapun. Bukankah sebaiknya juga kita menjalani kehidupan secara demikian? Mereguk apa saja yang Sang Pemberi Hidup sodorkan kepada kita, menikmati pahit manisnya, tanpa repot menambahkan ini itu yang pada akhirnya malah membuat hidup kehilangan maknanya. Atau justru menambah warnanya?

28.6.15

Sebenarnya Apa Maumu?


Entah harus kumulai dari mana. Semakin ke sini aku semakin tidak mengerti denganmu. Sebenarnya kamu kenapa? Apakah aku telah berbuat salah? Kenapa tidak kau katakan saja? Lalu semuanya selesai. Sulitkah mengatakan keadaan yang sebenarnya?

Kenapa sekarang sering mengabaikan pesanku? Kamu mau pergi dari hidupku? Tolong katakan, sebenarnya apa maumu? Kamu bilang, kamu sayang aku. Terus sekarang mau pergi begitu saja dari hidupku? Ataukah ada perempuan lain yang kini kau cintai. Ah, aku hanya ingin kamu mengatakannya. Aku tidak akan marah. Tapi jangan membuatku berpikir seperti ini.

Kepada kamu yang membuat aku bingung,

Huu.., dasar Gemini. Pokoknya aku tidak mau lagi kamu cuekin. Aku kan tidak pernah cuekin kamu. Kamu sadar tidak sih, aku tidak mau kehilangan kamu. Setelah baca ini, kamu jangan lupa makan malam ya. Jangan telat. Pulangnya nanti jangan malam-malam. Jangan mampir kemana-mana.

Awas, kalau kamu bikin aku mikir lagi. Nanti aku bikinin kamu surat cinta lagi. Mau?

27.6.15

Untuk Sebuah Rasa


Entah, apa itu namanya. Aku jadi berkhayal kamu benar-benar datang ke kotaku. Dan aku menunggu kedatanganmu di stasiun. Apakah itu berlebihan? Aku tak pernah bermaksud membuatmu terbang berangan-angan. Aku hanya mengungkapkan apa yang aku rasakan. Itu saja.

Kamu mencari semua data tentang aku di Google? Sepenting itukah aku buatmu? Untuk sebuah panggilan, kamu boleh memanggilku apa saja. Nantinya kamu pasti akan menemukan sendiri, panggilan apa yang tepat untukku.

Untuk sebuah rasa, apa pun itu, tak perlu terlalu dipikirkan. Biarkan semua mengalir begitu saja. Cukup rasakan. Bila tak kuasa, kau bisa menuliskannya. Ssst! Sudah, tak perlu banyak kata, bisikkan saja rasamu dalam diam, jadikan aku pemiliknya, biar tak seorangpun tahu apa yang kita rasa.

Kapan kamu benar-benar datang ke sini? Jangan hanya muncul di mimpiku ya? Karena aku lebih sering menunggumu di depan pintu rumahku.

Tapi sudahlah, jangan biarkan aku menumpuk nyali, atau bahkan membiarkan rasa menjadi tumbuh dengan tak tahu diri. Kamu tahu? Hubungan dengan jarak sudah sangat meresahkan, tapi yang paling menyakitkan, adalah hubungan tanpa rasa dan nyali. Mengerikan! Aku memiliki ketiganya, dan kini dengan kamu berada di tengahnya.

26.6.15

Who Cares?


“Who cares when I’m hurt?”

Pertanyaan yang sering terlintas di hati ketika merasa kecewa atau dikecewakan oleh seseorang yang menjadi harapan hati.

“Allah cares about you, don’t be sad ya. Remember Allah always beside you when you feel sadness alone and keep your loyality to Allah.”

25.6.15

Aku Tunggu Kamu Pulang


Sayang, sudah malam, kenapa kamu belum pulang?

Ketuklah pintu rumah, aku menunggumu di dalam. Lampu masih kunyalakan, aku tak ingin ketiduran.

Sayang, pulanglah, kamu masih membawa kunci cadangan kan?

Sayang, ini sudah malam, pulanglah, roboh dalam pangkuanku, berpeluk dalam selimut hangat.

Sayang aku akan bukakan pintu, aku ingin menghambur dalam pelukmu.

Sayang, aku tak lagi marah…

Sayang, sudah larut, jangan menyetir dalam marah.

Sayang, sudah…jangan marah, aku tunggu kamu pulang.

Sayang, kabut turun perlahan, aku takut di rumah sendirian.

Jangan marah, aku tunggu kamu pulang, air hangat sudah ku siapkan, tungku perapian telah ku nyalakan, begitu juga kopi dan makanan kesukaanmu.

Sayang, jangan larut dalam amarah, aku tunggu kamu pulang.