15.6.15

Menanti Lamaran


Jani

Suatu sudut kafe, pertengahan 2013

"Aku pasti datang," ucapmu saat itu, meyakinkanku. "Tunggu aku, di sini setahun yang akan datang."

Dua jam sudah aku menunggu, di sudut teras kafe, tempat terakhir kita bertemu. "Kita masih selalu melihat langit yang sama kan," katamu waktu itu. Aku menatap langit yang sendu.

"Ah, mungkin kau sudah lupa..." batinku. Hatiku mencelos.

"Jani?" Sebuah suara membuyarkan lamunan.

"Jamal, teman Ian," seraya mengulurkan tangannya. "Ia banyak cerita tentangmu."

"Dia..."

Mendadak rasa cemas menghinggapi hatiku.

"Aku... datang memenuhi pesan terakhirnya," ujarnya sambil mengulurkan surat dan sebuah kotak padaku. "Dia titipkan ini sebelum meninggal. Cincin itu ingin ia sematkan sebagai kejutan hari ini, seperti janjinya padamu."

Air mataku luruh.

"Maafkan, aku sempat meragukanmu. Ternyata kau tak pernah lupa," bisikku lirih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar