6.6.15

Tak Beranjak



Aku tak pernah tahu kapan tepatnya. Tiba-tiba ada harapan yang seharusnya tak pernah ada. Aku selalu merasa ketakutan ketika dihadapkan pada harapan. Aku takut harapan itu hancur lalu berubah menjadi rasa sakit yang tak mampu kutahan.

Aku tak pernah tahu sejak kapan. Ada rasa khawatir yang menyusup pelan. Menyiksaku ketika tak jua kuketahui kabarmu. Apa yang terjadi padamu? Memaksaku bertanya pada teman-temanmu. Mungkin ini berlebihan. Tapi, aku tak bisa tinggal diam.

Tapi setelah malam itu, kali ini aku hanya mencoba merelakan untuk apa yang telah terjadi dan apa yang kini akan terjadi. Aku ingin menjauh pergi. Tapi mengapa hatiku makin terikat padamu. Aku ingin mundur lalu membelakangi. Tapi masih tetap kulihat kamu dimana pun aku melangkahkan kaki.

Pergilah, pergi! Tapi siapa yang benar-benar ingin terlepas?

Karena berusaha untuk mencintai orang lain, selalu lebih mudah daripada membuat orang lain mencintai kita. Baik-baik kamu di sana. Karena kebaikanmu, kesehatanmu, kebahagiaanmu, hanya itu yang kini aku harapkan. Cinta itu adanya di hati. Hati yang merasakannya. Dan aku hanya bisa mengendalikan dan mengkondisikan hatiku, bukan hatimu. Seberapa besarpun usahaku untuk membuatmu tetap tinggal dan mencintaiku, pada akhirnya yang memutuskan apakah kamu mencintaiku atau bukan ya kamu, bukan aku.

Aku ingin menjadi kuat seperti katamu. Kuat menghadapi kenyataan hidup. Kuat untuk anak-anakku nanti. Suatu hari kita akan bercerita kembali kan? Sebagai sahabat, katamu. Tertawa menceritakan kebodohan kita, tertawa menceritakan masa lalu.

Ya, ini masih tentangmu, masih di halaman yang sama.

2 komentar: